Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kasus Suap Pajak, Si Pengkhianat Bangsa yang Layak Dihukum Mati

7 Maret 2021   10:54 Diperbarui: 7 Maret 2021   11:04 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil screenshoot pribadi

Ada apa ya dengan negeri ini, kok semakin ke sini kian terlihat carut marut. Belum hilang kekagetan publik atas perilaku aparat yang dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan polisi, eh sekarang ada kasus yang tidak kalah mengagetkan. 

Ini terkait temuan KPK atas dugaan suap pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Belum disebutkan sih siapa tersangkanya, namun proses penyidikan masih berjalan. 

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengonfirmasi perihal temuan kasus suap yang nilainya puluhan miliar itu. Modus dalam kasus suap ini serupa dengan kasus-kasus yang pernah ditangani KPK sebelumnya, yakni wajib pajak diduga menyuap pemeriksa pajak agar nilai pajaknya menjadi lebih rendah dari yang seharusnya.

KPK, katanya, masih terus mengumpulkan alat bukti yang cukup kuat untuk mengungkap kasus ini ke publik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri sudah menyampaikan pegawai DPJ yang diduga terlibat dalam kasus suap terkait pajak telah dibebastugaskan. 

Tujuannya, untuk memudahkan proses penyidikan yang dilakukan KPK dalam kasus tersebut. Pegawai yang dimaksud pun telah mengundurkan diri dan telah diproses dari sisi administrasi aparatur sipil negara.

"Terhadap pegawai Direkrotat Jenderal Pajak yang oleh KPK diduga terlibat di dalam dugaan suap tersebut, telah dilakukan pembebasan tugas dari jabatannya agar memudahkan proses penyidikan oleh KPK," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers yang disiarkan akun YouTube Kemenkeu RI, Rabu (3/3/2021) sebagaimana dikutip kompas.com.

Menurut saya, pegawai DJP yang diduga menerima suap itu harusnya sih ya tetap dilakukan penahanan untuk lebih memudahkan penyidikan. Seperti halnya kasus-kasus pidana lain selama proses penyelidikan dan penyidikan si terduga dilakukan penahanan.

Kalau dibebastugaskan begitu saja ya enak banget dong dia. Masih bisa tinggal di rumah yang nyaman, tidur di kasur empuk, makan enak, berkumpul bersama keluarga, shopping, atau bisa jadi travelling. Harusnya kan dimiskinkan biar nyaho.

Saya jadi ngeri sendiri ada oknum DJP yang kembali berulah, seolah tidak berkaca pada kasus sebelumnya yang pernah menjerat oknum sesama DPJ. Tidak ada efek jera. Mungkin karena hukuman kasus sebelumnya yang ringan? 

Masih ingat dengan nama Gayus Tambunan? Sosok yang sangat populer di 2010-2011 itu terlibat sejumlah kasus mafia pajak dengan melibatkan banyak pejabat. 

Kasus yang menjerat oknum pegawai Ditjen Pajak ini menghancurkan citra aparat perpajakan dan meruntuhkan semangat reformasi yang diusung Menteri Keuangan Sri Mulyani kala itu.

Meski akhirnya Gayus diganjar hukuman 29 tahun untuk 4 kasus penggelapan pajak dan penyuapan yang menjeratnya, namun tidak membuat hukuman ini membuat jera oknum lainnya. Lha itu buktinya. Berarti hukuman ini tidak membuat efek jera.

Apakah harus dihukum seumur hidup atau dihukum mati baru ada kesadaran? Untuk kasus yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dan pelakunya adalah pelayan publik, harusnya sih begitu. Kan, jadi lebih tercela perbuatannya.

Terlebih kasus suap pajak ini dilakukan saat pandemi Covid-19. Saat negara sangat membutuhkan pemasukan yang tidak sedikit untuk menggulirkan sejumlah program intensif yang disalurkan kepada masyarakat terdampak Covid-19.

Di saat Kementerian Keuangan harus terus fokus mengupayakan penerimaan negara untuk mendukung masyarakat dan dunia usaha agar dapat pulih.

Kalau tidak ada pemasukan, terutama dari pajak, bisa saja suatu waktu Indonesia terjerembab karena kas negara yang jomplang. 

Terlebih kondisi pandemi Covid-19 yang masih terjadi di tahun ini jelas membuka kembali risiko shortfall penerimaan perpajakan. Sudah beresiko, eh digelapkan lagi oleh si oknum. Kan konyol. Kebangetan itu namanya.

Shortfall adalah kondisi ketika realisasi lebih rendah dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau APBN Perubahan.

Dalam konteks penerimaan pajak, shortfall sering terjadi ketika realisasi penerimaan pajak dalam satu tahun kurang dari target penerimaan pajak.

Padahal, kita, terlebih si oknum, tahu penerimaan pajak adalah tulang punggung dari penerimaan negara. Bagaimana Indonesia tidak dalam bayang-bayang "mengerikan"?

Dugaan suap yang melibatkan oknum itu jelas suatu bentuk pengkhianatan terhadap negara. Sama saja artinya dia seorang pengkhianat bangsa. Jadi, hukuman untuk pengkhianat bangsa, ya apalagi kalau bukan hukuman mati. Bagaimana, setuju tidak?

Dia tidak saja telah melukai semua pegawai Kementerian Keuangan di seluruh Indonesia yang jujur, yang berpegang pada prinsip integritas dan profesionalitas, tetapi juga melukai hati seluruh rakyat Indonesia, termasuk bangsa ini.

Bukan hanya seorang Menteri Keuangan yang bernama Sri Mulyani saja yang kecewa, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia, termasuk di dalamnya Presiden Joko Widodo. 

Lantas, apa yang salah? Kalau dilihat dari gaji, menurut saya cukup besar. Kakak saya yang bekerja di Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan saja gajinya lumayan menyejahterakan dibandingkan penghasilan saya atau suami saya. 

Jadi, kalau menuding gaji sebagai penyebabnya sepertinya salah ya. Lha, buktinya yang melakukan kasus kejahatan hanya segelintir orang, sementara yang lain tidak tergelincir. Namun seperti peribahasa "karena nila setitik rusak susu sebelanga".

Munculnya kasus ini jelas menjadi suatu ironi, bahkan miris, terlebih dilakukan oleh orang yang paham hukum dan paham pajak.  Karena seharusnya antara otoritas pajak dan wajib pajak sama-sama memiliki kesadaran. 

Karena itu, mencuatnya kasus ini menjadi berita buruk, sekaligus rapor merah bagi pemerintah. Menjadi pekerjaan besar juga buat pemerintah. Terutama di masa transisi ini akibat pelemahan ekonomi sebagai dampak pandemi masih dirasakan oleh semua sektor. 

Semoga Allah melindungi negeri ini dari tangan-tangan penyamun sehingga mampu membawa rakyatnya menuju kesejahteraan yang berkeadilan sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun