Kata isolasi mandiri bukan lagi hal asing selama pandemi Covid-19. Bisa dibilang kata yang amat familiar di telinga masyarakat. Kata yang lekat jika seseorang  memiliki gejala Covid-19 dengan level ringan atau positif Corona tapi tanpa gejala atau orang tanpa gejala (OTG) atau orang dalam pengawasan atau kontak erat dari pasien positif.
Isolasi mandiri diartikan isolasi untuk tinggal di rumah dan melakukan aktivitas di dalam rumah saja yang dilakukan oleh setiap individu dengan penuh kesadaran diri untuk mencegah agar penyakit yang dideritanya tidak menular kepada orang lain, khususnya mencegah Covid-19.
Terkait isolasi mandiri ini pemerintah sendiri sudah membuatkan protokolnya. Namun, bukan berarti semua masyarakat sudah memahami betul seluk-beluknya.
Seringkali ketika ada anggota keluarga yang dinyatakan positif baru kelabakan. Mau dibawa ke rumah sakit atau di rumah saja dengan isolasi mandiri? Bagaimana cara isolasi mandiri?
Ada beberapa pertanyaan yang sering muncul ketika diketahui seseorang positif Covid-19. Apa yang harus dilakukan? Bagaimana melaporkan diri dan ke mana harus melapor? Bagaimana bertetangga pasien dengan covid-19?Â
Rukun Tetangga/Rukun Warga harus melakukan apa bila ada warganya yang diketahui positif Covid-19? Negara menanggung apa dalam isolasi mandiri ini?
Pertanyaan lain yang sering muncul terkait dengan aspek medis dan pelayanan medis, yakni obat-obat dan vitamin apa yg perlu disiapkan? Benda atau bahan penting apa yg perlu dimiliki? Aktivitas apa saja yang boleh dilakukan? Bagaimana cara berprilaku aman agar anggota keluarga lain tidak tertular?
Tanda bahaya yang perlu diketahui untuk segera ke rumah sakit? Bagaimana mencari rumah sakit rujukan? Kapan harus kontrol dan periksa swab? Kapan mengakhiri isolasi mandiri? Bagaimana bila sudah lewat 14 hari tetap positif?
Pertanyaan-pertanyaan ini dikupas dalam webinar "Memahami Isolasi Mandiri di Rumah", yang saya ikuti, Jumat (5/2/2021) malam, yang dibuka oleh Ketua BPP. KKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan), dr. Zainal Abidin, MH yang juga mantan Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Webinar ini diadakan oleh Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Bakornas Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam/LKMI-HMI (yang saat itu merayakan miladnya yang ke-74 tahun), Komunitas Literasi Gizi, dan Dep. Kesehatan BPP. KKSS.
Hadir sebagai narasumber dua tokoh profesi, yaitu Prof. Dr. Ridwan Amiruddin, S.K.M, M.Kes., MSc.PH. (Ketua Umum Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI)/ Epidemiolog Universitas Hasanuddin), dan Dr. Muhammad Adib Khumaidi, Sp.OT (President Elect. PB. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)/Ketua Tim Mitigasi Covid-19 PB IDI).