Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Dampak Covid-19 Berkepanjangan, Resesi Bisa Menjadi Depresi Ekonomi

7 Februari 2021   08:20 Diperbarui: 7 Februari 2021   09:41 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini, Indonesia diambang resesi ekonomi. Beberapa pakar ekonomi malah menyebutkan Indonesia sudah dalam keadaan resesi. Di tengah pandemi Covid-19 yang belum kunjung mereda, kesiapan pemerintah dalam menyusun langkah pemulihan menjadi sangat krusial.

Dampak pandemi Covid-19 pada perekonomian memang sangat luar biasa. Banyak usaha industri dan jasa menutup usahanya, bahkan berangsur-angsur melumpuhkan sistem ekonomi dunia. IMF memprediksi kondisi ekonomi global akan mengalami penurunan pertumbuhan hingga ke angka -3%.

Padahal, selama ini beberapa tahun terakhir nilai pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 4-5%. Sepanjang tahun lalu, pertumbuhan ekonomi negara kita berada di zona negatif.

Dalam ekonomi makro, para ahli menyatakan resesi atau kemerosotan adalah kondisi ketika produk domestik bruto (PDB) menurun, atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Bisa juga dipahami krisis ekonomi sebagai adanya shock pada sistem perekonomian di suatu negara.

Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Jika resesi ekonomi berlangsung dalam waktu yang lama, maka akan masuk ke fase depresi ekonomi.

Suatu negara dikatakan mengalami depresi ekonomi jika pertumbuhan ekonominya kontraksi dalam jangka panjang atau lebih dari satu tahun. Dan, Indonesia dalam bayang-bayang "mencekamkan" jika tidak ada strategi jitu mengatasi resesi ekonomi.

Demikian persoalan yang mengemuka dalam Seminar Nasional Online "Strategi Indonesia dalam Menghadapi Ancaman Resesi Ekonomi", yang saya ikuti, Sabtu (6/2/2021). Seminar ini diadakan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut STIAMI.

Seminar ini menghadirkan pembicara utama Staf Ahli Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo. Adapun sebagai pembicara menampilkan Asisten Deputi Bidang Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Dr. Atong Soekirman, MM yang juga dosen tetap Institut STIAMI, dan Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Dr. Adi Budiarso.

Staf Ahli Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo (hasil screenshoot, dokpri)
Staf Ahli Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo (hasil screenshoot, dokpri)
Yustinus Prastowo mengungkapkan, pada kuartal terakhir tahun 2020, pertumbuhan ekonomi nasional minus 2,1 persen. Ditambah lagi angka kasus Covid-19 di tanah air yang terus meningkat, membuat sektor ekonomi semakin terpukul. 

Resesi ekonomi sendiri dalam pandangannya adalah tahap alami dari siklus hidup ekonomi. Menurutnya, resesi ekonomi memiliki efek domino pada perekonomian suatu negara. 

Pertama, aktivitas ekonomi tidak akan semasif seperti kondisi non-resesi. Jika aktivitas ekonomi berkurang, maka umumnya permintaan terhadap barang dan jasa juga akan ikut melambat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun