Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ketika Dapur Bukan Lagi Sekedar Tempat Memasak

29 Januari 2021   23:31 Diperbarui: 30 Januari 2021   00:06 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kegiatan Rembuk Pangan Indonesia 5.0 dengan tema Budaya Dapur sebagai Tradisi Nusantara, yang diadakan secara virtual, Kamis (28/1/2021), menarik juga menurut saya. Diskusi ini diadakan Foodbank of Indonesia (FOI) dalam rangka memperingati Hari Gizi 2021.

Sejumlah pakar hadir menjadi narasumber dalam diskusi yang membahas fungsi dapur tersebut. Ada Dekan Fakultas Tehnik Pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc., Dr. Ira Paramastri, M.Si (UGM),  Prof. Dr. Ir. Murdijati Gardjito (UGM), dan Dr. Ir. Suwardi, M.Agr (IPB).

Selain itu, Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, PhD (IPB), Antropolog Universitas Indonesia (UI), Dr. Semiarto Aji Purwanto, dan wartawan Kompas Andreas Maryoto yang juga alumni FTP UGM.

Dalam diskusi itu mengungkap dapur yang belakangan ini fungsinya mulai berkembang. Jika sebelumnya dapur hanya berfungsi untuk tempat memasak, kini dapur juga bisa berfungsi sebagai "ruang kerja". Setidaknya, pemandangan ini mulai banyak terlihat sejak pandemi Covid-19 mewabah.

Ya, sejak Covid-19 mewabah dan semakin menunjukkan taringnya, sejak itu pula orang-orang bekerja dari rumah atau work from home (wfh). Mengerjakan segala pekerjaan kantor di rumah. Tidak beda jauh dengan anak-anak sekolah yang belajar dari rumah. Meeting, seminar, rapat, pelatihan, semua dilakukan secara online.

Saat di rumah, dapur akan selalu menjadi ruang yang dipakai oleh seluruh anggota keluarga. Ibu bisa memasak sambil membantu anak mengerjakan pekerjaan rumahnya. 

Ayah juga akan ke dapur ketika membuat kopi kesukaannya, atau anak-anak yang mondar mandir memasuki area dapur untuk sekedar ambil cemilan di kulkas dapur. Semua jadi berinteraksi di dapur.

Saya sendiri sering memanfaatkan ruang dapur saat ada kegiatan webinar atau rapat-rapat. Ruang ini cukup ideal buat saya karena di ruang ini juga terdapat meja makan untuk makan keluarga saya. Nah, saya kerap memanfaatkan meja makan untuk bekerja.  

Dokumen privadi
Dokumen privadi

Meski posisi dapur berada di bagian belakang, tapi cukup strategis. Ada dua pintu. Di samping mengarah ke lantai atas kamarnya anak-anak. Jadi, saya bisa sambil mengawasi pergerakan anak-anak. Pintu satunya lagi di tengah yang mengarah ke ruang tamu. Jadi, saya bisa tahu siapa saja yang berkunjung ke rumah saya.

Saya memilih dapur sebagai "ruang kerja" karena faktor pencahayaan juga. Atap dapur saya sebagian didesain yang tembus cahaya sinar matahari. Itu sebabnya, ruang dapur lebih terang dibanding ruang yang lain. Hingga maghrib pun ruang dapur saya tetap terang meski tanpa menyalakan lampu. Kecuali kalau dalam keadaan mendung banget.

Kalau mengetik baru deh saya beralih ke kamar. Saya biasanya mengetik di atas kasur sambil bersandarkan bantal atau sambil merebah. Maklum, saya mengetik di handphone, bukan di laptop, karena lebih praktis saja.

Dikatakan, banyak alasan mengapa "ruang kantor" beralih ke dapur. Di antaranya karena keterbatasan ruang, efisiensi multitasking, misalnya sambil memasak atau untuk memudahkan mengambil makanan dan minuman saat bekerja. Atau juga untuk mendekatkan komunikasi dengan anggota keluarga lainnya.

Ya fungsi dapur seiring jaman mulai berubah fungsi. Dulu, puluhan tahun lalu, dapur kerap dibuat tersembunyi di bagian belakang rumah. Sebagai tempat membuat makanan, dapur diibaratkan sebagai lokasi di 'belakang layar'.

Ketua Program Pasca Sarjana Departemen Antropologi Universitas Indonesia (UI), Dr. Semiarto Aji Purwanto, menyampaikan perbaikan asupan anak dimulai dari dapur serta perubahan cara pandang dapur atas keluarga.

Karena itu, penting untuk mengembalikan kedaulatan selera pada keluarga dan menjadikan memasak sebagai kegiatan inti rumah tangga dengan meninggalkan dikotomi peran perempuan dan laki-laki.

Bagi kebanyakan keluarga Indonesia, dapur mempunyai arti lebih dari sekedar tempat memasak. Dapur juga seringkali menjadi tempat ngobrol asyik saat ada teman-teman atau tetangga atau saudara yang datang. 

Dapur kinibmenjadi ruangan khusus yang menarik perhatian. Tidak ada lagi untuk "disembunyikan" dengan alasan dapur terlihat berantakan.

Sekarang sudah tidak tabu lagi, menerima tamu di area dapur. Terlebih dari dapur pula ibu bisa mengawasi anak-anak belajar atau bermain. Menjamu tamu dengan sajian rumahan yang dibuat langsung di dapur sendiri menjadi lumrah dan bergaya. Maka, tidak heran, work from home pun dilakukan di area dapur.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dalam pandangan Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Ir. Murdijati Gardjito, bekerja di dapur bukanlah hal yang tabu untuk dilakukan. Terlebih "budaya dapur" dapat mendekatkan hubungan hangat dengan anak dan mendidik mereka terutama di tengah pandemi ini.

"Dapur itu tidak hanya fungsinya tetapi manfaatnya bagi keluarga menjadi berbeda. Terutama di tengah pandemi ini banyak keluarga yang mengubah dan membuat nyaman rumah mereka terutama bagian dapur yang ideal dan dapat mendekatkan
hubungan sesama keluarga," kata Murdijati yang kerap work from home di dapur.

Dikatakan, dapur sekarang sudah banyak dimodifikasi karena menjadi bagian penting dari rumah. Menggabungkan area dapur dan area keluarga. Jadi, masih bisa berbaur di ruang tamu atau ruang keluarga.

Jika dulu dapur "disembunyikan", maka sekarang dapur malah ada yang di depan. Setidaknya di samping rumah. Alasannya biar bisa melihat tukang sayur lewat, kalau dapurnya di belakang si ibu tidak bisa melihat tukang sayur yang lewat.

Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc menyampaikan Gastronomi menjadi landasan untuk memahami bagaimana makanan dan minuman digunakan dalam situasi tertentu. Melalui gastronomi dimungkinkan untuk membangun satu gambaran dari persamaan atau perbedaan pendekatan atau perilaku terhadap makanan dan minuman yang digunakan di berbagai negara dan budaya.

"Gastronomi tidak sekedar mencicipi makanan dan minuman seperti berwisata kuliner, namun memiliki keinginan kuat untuk mengetahui asal sejarah, sisi budaya atau filosofi makanan dan minuman tersebut," katanya.

Dan, melalui dapur keluarga dapat memberikan energi untuk melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupan atau menyatakan perasaan khusus seperti senang, bangga, iba, rindu, maupun turut bersedih.

"Dapur bukan hanya sebagai tempat memasak, tapi di situlah makanan juga diolah. Melalui Dapur Pangan ini kita dapat menyediakan makanan yang bermanfaat bagi kesehatan yaitu secara fisik, fisiologi
dan psikologi," tutur Eni.

Kini nilai dari ruangan dapur semakin meningkat karena fungsinya yang merangkap sebagai pengikat hubungan dalam keluarga. Tidak heran, para ibu pun menyulap dapur di rumah dengan berbagai inspirasi dapur cantik agar semakin betah saat berada di dapur.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Founder FOI Hendro Utomo, menyampaikan diperlukan upaya untuk mendorong Budaya Dapur Keluarga yang menargetkan pengetahuan hingga perilaku orang tua dan pendamping untuk mempromosikan kebiasaan makan yang sehat pada anak-anak. 

Budaya Dapur ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk terbukanya akses pangan keluarga, terutama anak yang lebih baik.

Selama ini, preferensi makanan anak dipengaruhi oleh ketersediaan, distribusi, dan keakraban dengan makanan serta model orang-orang di sekitar anak. 

Jika anak-anak ingin belajar memilih dan mengkonsumsi makanan sehat, mereka membutuhkan pengalaman awal yang positif dan berulang dengan makanan tersebut.

Orang tua atau pendamping anak memainkan peran penting dalam mengembangkan preferensi makanan tersebut. Harapannya, dapat mendorong keluarga untuk kembali mengelola sumber makanan mereka, merasa lebih percaya diri dengan keterampilan memasak di rumah, dan meningkatkan kualitas makanan serta pola makan anak-anak mereka.

"Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya FOI memerangi kelaparan pada balita untuk mencapai impian Indonesia
merdeka," ujar Hendro.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun