Saya mengenal Ibu Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd, Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), jauh sebelum saya menikah. Jika usia pernikahan saya sudah 16 tahun, berarti saya berkawan dengan Ibu Giwo lebih dari itu lamanya.
Bisa jadi lebih dari 20 tahun karena seingat saya, di awal-awal saya bekerja tak lama kemudian saya bertemu dengannya. Saya sendiri mulai bekerja pada Juli 1994. Jadi, kemungkinan besar saya berelasi dengannya pada 1995.
Selain sebagai pengusaha properti dan kontraktor, Ibu Giwo yang mantan model ini juga sosok yang aktif dalam berbagai organisasi, termasuk organisasi sosial. Ia mengetuai sejumlah organisasi yang kesemuanya "bergenre" perempuan.Â
Sebut saja ia menjabat Ketua Umum Pita Putih Indonesia (PPI) yang fokus pada penurunan angka kematian ibu dan angka kematian anak. PPI sendiri telah menjadi bagian dari aliansi global bernama Global White Ribbon Alliance (GWRA) yang berpusat di Washington DC dan London.
Ia juga Ketua Umum YPWI ISWI (Yayasan Pendidikan wanita Indonesia Ikatan Sarjana Wanita Indonesia), Ketua Umum Gerakan Wanita Sejahtera (GWS), Ketua DPD ISIKKI-IHEA DKI Jakarta Ikatan Sarjana Ilmu Kesejahteraan Keluarga Indonesia, Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi), anggota IALI (Ikatan Arsitektur Lansekap Indonesia), dan banyak lagi.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2004-2007 ini juga aktif dalam partai politik berlambang pohon beringin. Pokoknya sibuk, yang bisa jadi mengalahkan kesibukan seorang menteri. Yang membuat saya salut, ia tetap bisa menomorsatukan keluarga.
Tidak hanya itu. Ibu Giwo juga sering melakukan kegiatan sosial seperti mengunjungi panti asuhan, memberi santunan kepada anak jalanan, pesantren dan tempat-tempat tidak layak huni. Kegiatan yang sejatinya sudah diakrabinya sejak ia kecil. Saat itu, sang ibu sering mengajaknya berbaur dengan berbagai lingkungan sosial.Â
Mata dan memorinya pun telah merekam beragam sisi kehidupan dari berbagai lapisan masyarakat. Saya juga sering diajaknya untuk berbaur bersama anak-anak penyandang disabilitas, berkumpul bersama anak-anak panti asuhan, ikut berbagi kebahagiaan dengan anak-anak penyandang kanker, atau berkumpul dengan para lansia di rumah jompo.
Sungguh, kegiatan yang saya sukai karena dapat mengasah jiwa empati dan sosial saya. Yang dapat membuka mata hati saya bahwa ada kehidupan lain yang harus kita support. Dan, semakin menyadarkan saya bahwa kehidupan saya masih jauh lebih beruntung.
"Masa kecil saya sangat bahagia," kenang Putri Ayu 1981 ini. Tidak heran, saat ia melihat kondisi anak-anak yang sempat mengalami kekerasan atau kurang menyenangkan, ia menjadi sangat tersentuh hatinya, yang menimbulkan rasa kekhawatiran dari dirinya sendiri dan mendorongnya untuk berkecimpung di dunia anak-anakÂ