Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sepenggal Kisah Pahlawan

10 November 2020   20:07 Diperbarui: 10 November 2020   21:15 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

aku menyaksikanmu menahan perih, saat sebutir peluru menembus dadamu, tapi tanganmu tetap kuat mengenggam bambu runcing, berkibar bendera merah putih di ujungnya. "merdeka atau mati," katamu lirih.

darah mengalir membasahi ragamu, membaluti semangatmu, jiwamu kian berontak, saat semakin memerah bajumu yang tercabik, tapi kau tak pedulikan keadaanmu, meski napasmu tersengal-sengal.

kau tetap memberikan aba-aba, kawan yang berada di belakangmu pun bergerak, dua yang kanan ikut mengendap, yang sebelah kiri berlari lalu bersembunyi di balik pohon, mengikuti arah tanganmu.

"tembakkkk," perintahmu seraya memekikkan "Allahu Akbar". lalu berbutir-butir peluru mengoyak jantung pertahanan lawan, tentara-tentara musuh pun jatuh bergelimpangan, tak berdaya, terkapar, mati.

"merdekaaa, merdekaa..." teriak kawan-kawanmu gembira, sementara kau terjerembab, bibirmu mengukir senyuman kemenangan, dan kau pun merebah, lamat-lamat kau mengucap kalimat tauhid.

menyaksikan perjuanganmu, menguras emosiku, mataku berlinang, ketika kawan-kawanmu memeluk jasadmu, memanggil namamu, dengan deraian air mata, kau rela korbankan jiwa ragamu, untuk Indonesia, demi ibu pertiwi.

riuh tepuk tangan membahana, senyum-senyum bahagia bertebaran, cahaya bergerak mengitari ruangan, dan kau bersama kawan-kawan perjuanganmu berdiri, membungkuk hormat, lalu tirai panggung perlahan menutup.

sepenggal kisah pahlawan, telah kau mainkan dengan apik, kutahu kau akan mampu memerankannya, darah pahlawan mengalir di tubuhmu, dari kakekmu sang pejuang tangguh, persis seperti cerita yang kau perankan.

"selamat jadi pahlawan," kataku memelukmu erat, aku yakin kelak kau akan menjadi pahlawan bagi negeri ini, meneruskan membangun bangsa, menuju masyarakat adil sejahtera.

kau menggenggam erat tanganku, aku dan kau berjalan berselimutkan malam, di bawah langit yang berhiaskan bintang, senyum rembulan memancar, angin meliuk membelai, mengantarkan kita pulang, hingga ke rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun