Awalnya saya sempat ragu apakah suami saya bisa mengurus anak-anak ketika saya ada tugas ke luar kota selama beberapa hari? Soalnya, suami saya ini adalah tipe orang yang sulit dibangunkan pagi-pagi. Apalagi, kalau tidurnya malam banget.
Jadi, saya agak was-was anak-anak akan kesiangan berangkat sekolah. Terlebih, ketiga anak saya semuanya masuk pagi. Saya saja harus berjibaku di dapur usai shalat subuh untuk menyiapkan sarapan anak-anak dan perlengkapan sekolah si kecil.
"Daddy, hari Rabu aku ada tugas ke Palembang, mungkin pulangnya Sabtu," lapor saya suatu ketika pada suami melalui pesan WhatsApp seraya melampirkan tiket pesawat dan jadwal agenda kegiatan.
"Ok," balasnya.
"Perlu panggil enin nggak buat urus anak-anak?" tanya saya memastikan. Enin adalah ibu saya, yang biasa dipanggil enin oleh cucu-cucunya.
"Nggak usah. Daddy bisa kok urus anak-anak. Nggak enak ntar ngerepotin enin. Enin udah tua, ntar kecapean," katanya.
"Yakin bisa?" tanya saya memastikan, yang dijawab "yakin". Ia meminta saya untuk meneleponnya subuh agar tidak telat mengurus anak-anak.
Maklum, walaupun ada mbak yang membantu, tetapi dia tidak menginap. Ia akan tiba di rumah jam 7 pagi, kadang lewat. Jadi, saya tidak bisa terlalu mengharapkan si mbak mengurus anak-anak saya sekolah.
Ternyata, suami saya bisa juga mengurus anak-anak. Ketika saya telepon, suami saya mengaku tengah menyiapkan air hangat buat mandi si kecil. Terdengar suara anak saya memanggil-manggil saya.
Saya pun tenang dan fokus pada kegiatan saya. Tak lama suami pun "melaporkan" kalau anak-anak sudah sarapan, dan si kecil sudah dijemput mobil jemputan.
"Anak-anak sudah sarapan bun, daddy buatin telor ceplok sama telor dadar," katanya sambil mengirimkan foto anak-anak yang tengah sarapan.