Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Peran Admin Redakan "Gejolak" Politik di Grup WhatsApp

14 Oktober 2020   08:25 Diperbarui: 14 Oktober 2020   08:26 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Riuh penolakan UU Cipta Kerja begitu gaduh di seantero Indonesia, dan mungkin juga dunia. Isunya memang masih hangat, bahkan panas. Terlebih undang-undang ini   memunculkan persoalan baru yang ternyata sesungguhnya draf undang-undang itu sendiri belum final dikoreksi, tapi dengan terburu-buru sudah disahkan oleh DPR.

Kegaduhan ini juga terjadi di group WhatsApp yang saya sebagai admin di dalamnya. Ini adalah group yang berisikan teman-teman semasa satu kantor dulu. Ada yang sudah pensiun, ada juga yang berkantor di tempat lain. Ada juga yang pernah dan masih menjadi atasan saya.

Ada yang berusia senior, ada yang setengah baya, dan ada juga yang masih muda. Ada yang beralih menjadi politisi, ada yang sering tampil di televisi terutama acara olahraga, ada yang jadi dosen, ada yang dikelilingi para artis sehingga kerap dijadikan narasumber terkait isu-isu artis, ada juga yang dekat dengan para pejabat. Bermacam-macam latar.

Saya sengaja membentuk group ini untuk tetap menjalin hubungan silaturahmi. Terlebih sepertinya saya yang paling muda di antara kawan-kawan saya ini. Dengan adanya group ini, diharapkan juga bisa saling melepas kangen dengan mengingat kembali masa-masa saat bersama. Saya sendiri sudah 21 tahun bekerja di kantor yang lama ini.

Nah, semalam, group ini begitu gaduh. Yang satu membicarakan rezim yang berkuasa saat ini yang dinilainya sudah mendholimi rakyatnya. Yang satu lagi, sebagai pendukung Joko Widodo, tidak terima jika presiden pilihan hatinya dijelek-jelekkan. Ia selalu pasang badan jika ada yang tidak sepaham dengan kebijakan-kebijakan Presiden.

Ada lagi kawan yang memposting doa menghadapi penguasa yang dhalim, dan lagi-lagi tidak diterima oleh kawan yang mendukung Jokowi. Terlebih kawan yang memposting doa itu menyematkan nama Joko Widodo. Perdebatan sepertinya mulai memanas, terlihat dari keluarnya kata "sontoloyo" yang berulang kali disebutkan oleh pendukung Jokowi.

Menurut saya, kata "sontoloyo" itu biasa dipakai dalam bahasa pergaulan. Tapi menjadi kurang tepat digunakan pada tempatnya di group ini. Kata ini lebih ke arah bermakna negatif. Sebagai ungkapan kekesalan, kekecewaan, bahkan makian. Mirip-mirip dengan kata "bajingan". 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri disebutkan arti kata sontoloyo yakni konyol, tidak beres, bodoh. Tapi kalau mengutip dari Wikipedia, sontoloyo merupakan sebutan bagi orang yang menggembalakan itik atau bebek.

Sontoloyo adalah sebutan bagi pemilik pekerjaan sebagai pengembala Itik atau Bebek atau disebut juga Tukang Angon Bebek di Pulau Jawa. Seorang sontoloyo biasanya mengembala beratus ekor bebek dengan cara berpindah mengikuti musim panen padi di daerah pesawahan untuk menggembalakan bebeknya (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sontoloyo)

Karena sudah ada kata "makian" terpaksa sebagai admin saya pun membunyikan alarm agar menghentikan "pertikaian" dan meminta semua pihak untuk bisa saling menahan dan mengendalikan diri. Jangan sampai hubungan yang sekian lama terbina ini menjadi terburai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun