Sabtu (10/10/2020) kemarin, seperti biasa saya belajar tahsin, yang diajarkan oleh ibu guru Zahra Faiza. Program kegiatan dari DKM Al Ihsan Permata Depok, Jawa Barat, ini masih diikuti melalui aplikasi zoom.
Ini berarti minggu ke-9 saya belajar tahsin agar cara pengucapan huruf dan tanda baca saat saya membaca Alquran diucapkan dengan baik dan benar sesuai dengan hukum tajwid yang benar.
Setelah membaca basmalah dan doa pembuka majelis, pembelajaran tahsin pun dimulai. Berhubung saya hadir lebih awal di zoom, maka saya pun mendapatkan giliran pertama. Masih melanjutkan hukum membaca tanda sukun.
Adanya tanda sukun menjadi mati huruf yang dibaca. Kalau dalam bahasa Indonesia tanda sukun seperti huruf konsonan, yang dibaca dengan satu ketukan. Tanda baca ini hanya dapat dibaca jika didahului huruf berbaris fathah, kasrah, atau dhammah.
Misalnya, huruf "ba" bertanda baca "fathah" bertemu huruf "fa" bersukun, dibacanya menjadi "baf" atau huruf "ba" berkasrah bertemu huruf "kaf" bersukun, dibacanya menjadi "bik".
Baca juga:Â Belajar Tahsin, Latihan Membaca Idgham Sempurna dan Tidak Sempurna
Tapi ketika bertemu dengan huruf qalqalah, yaitu "ba, jim, dal, tha, qaf" (agar mudah diingat huruf tersebut dibaca "ba-ju-di-to-ko") yang bersukun, maka membacanya memantul.
Harakat sukun juga bisa menghasilkan bunyi diftong, seperti "au" jika bertemu huruf "wawu" bersukun dan "ai" jika bertemu huruf "ya" bersukun.
Jika di depan huruf "wawu" bersukun bertemu huruf "wawu" yang berharakat maka dibacanya dua harakat atau dibaca mad. Begitu pula jika di depan huruf "ya" bersukun bertemu huruf "ya" berharakat, dibaca dua harakat juga. Huruf mad sendiri hanya ada tiga, yakni  "alif,  ya' dan wawu".
Saya pun diminta untuk mengulang membaca huruf yang sesuai dengan makhrajnya, terutama huruf "ghain" dan "dzal" bersukun karena pengucapannya masih kurang tepat.
Saya harus terus berlatih bagaimana letak lidah dan bentuk mulut saat mengucapkan huruf. Biar lidah saya terasa smooth atau lembut. Begitu kata guru tahsin.
Ada banyak tanda waqaf. Namun yang dipelajari kali ini waqaf di akhir kalimat.Â
Jika akhir kalimat tidak berharakat sukun (mati) tetapi hidup baik karena berharakat fathah, kasrah, atau dhammah, maka huruf terakhir yang ada pada kalimat tersebut dibaca sukun (mati).
Misalnya, jika di akhir kalimat bertemu huruf "ha" dengan tanda baca fathah, kasrah, dan dhammah, maka bunyi huruf tersebut mati menjadi huruf "h" saja. Bukan dibaca "ha, hi, atau hu".
Baca juga: Belajar Tahsin, Cara Membaca Hukum Iqlab
Lalu, ketika berhenti di akhir kalimat yang berharakat sukun (mati), maka saat berhenti atau waqaf, dalam membacanya tidak ada perubahan sama sekali.
Ketika di akhir kalimat berakhiran ta' marbuthah (seperti huruf "ha" yang ada tanda titik dua di atasnya), maka membacanya dengan mengganti huruf ta' marbuthah tersebut dengan huruf ha' yang dibaca sukun (mati).
Atau pada akhir kalimat, tetapi huruf sebelum waqaf tersebut berharakat hidup, baik fathah, kasrah maupun dhammah, maka membacanya dua huruf yang terletak pada akhir kalimat tersebut dibaca sukun semuanya.
Ada juga jika di akhir kalimat, tapi sebelumnya ada bacaan mad yang huruf sebelumnya berharakat fathah, maka cara membaca kalimat tersebut adalah dengan mematikan huruf yang terletak di akhir kalimat tersebut, dengan dipanjangkan sedikit antara 2, 4, atau 6 harakat.
"Ini adalah mad 'aridh lissukun. Huruf mad yang disusul huruf bersukun karena waqaf.
Mad 'aridh bisa dibaca 2, 4 atau 6 harakat. Untuk belajar saat ini, kita menggunakan riwayat yang 4 harakat," tutur guru tahsin.
"Kadang kalau dengar murottal atau saat tarawih bulan Ramadhan, imam yang kebetulan membaca surah yang panjang, mad 'aridh dibaca 2 harakat. Dalam hal ini diperbolehkan," terangnya lagi.
Lalu, ketika berhenti di akhir kalimat, tetapi huruf akhirnya berharakat fathah tanwin, maka cara memberhentikan bacaan tersebut adalah membaca harakat fathahnya saja sebanyak dua harakat. Misalnya lafadz "salaamann" dibaca "salaamaa"
Ternyata banyak juga ya ilmu tadwjid yang harus kita pelajari. Ini baru sebagiannya saja. Belum ilmu-ilmu tadjwid lainnya yang begitu luas.
Cara membaca "waqaf" misalnya, bukan hanya sebatas yang dipelajari hari ini karena ternyata tanda baca "waqaf" juga banyak. Dan, tentu saja harus dipelajari satu per satu.
Entah butuh waktu berapa lama untuk menuntaskan itu semua dan menguasai ilmu tadjwid secara keseluruhan agar bacaan Alquran yang kita baca benar-benar dibaca dengan baik dan benar.
Ibu guru tahsin bercerita mengapa akhirnya ia juga belajar tahsin karena merasa "ditegur" oleh orang asal Turki saat membaca Alquran di Masjidil Haram, Mekkah, pada 2011.
Kala itu, ia tengah membaca Alquran lalu dihampiri oleh seseorang dan duduk di sampingnya. Orang tersebut mendengarkan bacaan Alquran dengan tersenyum, lalu tersenyum, dan tersenyum, tanpa sepatah kata dari mulutnya.
"Kenapa orang ini senyam senyum, jangan-jangan bacaan Alquran saya dibacanya salah, kurang tepat. Nah sepulang dari Mekkah itulah akhirnya saya pun memutuskan untuk belajar tahsin," ceritanya.
Baca juga:Â Belajar Tahsin, Allah Melihat Proses Bukan Hasil
Setelah bercerita-cerita dan bertanya-tanya, akhirnya tuntas sudah pembelajaran tahsin selama dua jam itu, yang diakhiri dengan mengucapkan Alhamdulillah dan doa penutup majlis.
Semoga para murid tetap diberi kesabaran untuk mengikuti pembelajaran ini dan guru tahsin juga diberikan kesabaran dan keikhlasan dalam mengajari para muridnya.
Demikian. Berharap tulisan ini memberikan manfaat bagi kita semua..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H