"Tapi banyak yang nggak percaya Butet. Itu cuma konspirasi buat jualan vaksin. Kata Fadilah Supari pas kasus flu burung, WHO yang neken dia," timpal teman saya itu.Â
Kalau saya baca di buku ini di halaman 5, dituliskan Siti, obat Tamiflu diborong oleh negara-negara kaya yang tak memiliki kasus Flu Burung. Tindakan yang sangat menggoreskan luka mendalam di hatinya, alangkah tidak adilnya.Â
"Bayangkan saja Flu Burung yang menimpa negara-negara berkembang bahkan miskin, tetapi tidak diprioritaskan dalam pengadaan obat-obatan yang masih terbatas produksinya di dunia," tulisnya.
Sementara untuk melawan virus Corona, saat ini semua negara maju ramai-ramai bikin vaksin. Indonesia (PT Bio Farma) juga bikin vaksin Covid-19 Merah Putih yang akan rampung pada 2022.
Saat ini, vaksin tersebut masih dalam proses pengembangan di Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dan ditargetkan ketersediaan isolat (bibit vaksin) bisa diterima Bio Farma pada Januari 2021 (CNBC Indonesia, 30 Agustus 2020).
Jadi semua negara bisa memenuhi vaksin sendiri nantinya. Lantas, siapa yang menjual vaksin jika semua negara mempunyai vaksin sendiri?Â
"Katanya itu cuma virus flu biasa. Cuma didramatisir," katanya lagi.
"Flu biasa bagaimana? Ini kan menyerang paru-paru. Kalau flu biasa kan nggak. Kalau emang flu biasa, kenapa banyak yang payah, nggak sedikit yang meninggal," kata saya.Â
Kawan saya tetap dalam pemikirannya jika virus Corona ada untuk mau jualan vaksin, yang tidak sampai di logika saya. Ya sudahlah, saya malas juga berdebat. Meski disodori fakta-fakta, pemikirannya belum terbuka juga.
Kalau saya baca-baca lagi buku ini, Siti Fadilah tidak menyebut penyebaran Flu Burung adalah konspirasi dunia.Â
Ia hanya mengkritisi mengapa negara berkembang yang terpapar flu burung harus memberikan virus gratis ke WHO, dan negara penyetor tak tahu apa yang akan dilakukan terhadap virus yang disetor itu.Â