Majunya Gibran Rakabuming Raka di Pilkada Solo 2020 yang diusung PDIP masih menarik untuk diulas. Secara pribadi, saya sih tidak masalah dia maju sebagai calon Walikota Solo, Jawa Tengah, pada Pilkada 2020. Siapa pun boleh, tidak ada larangan. Itu hak politik warga negara Indonesia yang dijamin dalam undang-undang.
Persoalannya, kan ini baru pertama kalinya terjadi ada anak presiden yang masih aktif menjabat Presiden bertarung dalam pilkada. Jadi, saya lebih setuju kalau pencalonan putra sulung Joko Widodo itu nanti saja setelah sang bapak tak lagi menjabat Presiden. Masih ada waktu itu buat mematangkan diri dan digojlok. Waktu 4 tahun cukuplah itu buat "tebar pesona" dengan sejumlah gebrakan.
Terlebih kan Gibran "anak baru kemarin sore" yang belum "ada apa-apanya". Anak Jokowi ini sebelumnya kan lebih banyak dikenal sebagai pengusaha. Bahkan ia pernah beberapa kali mengaku tak tertarik dengan dunia politik. Jadi, saya belum pernah mendengar apa-apa mengenai gagasannya terhadap kehidupan berbangsa, bahkan konsep kehidupan suatu kota.
Kalau mencalonkan diri di saat sang bapak masih menjabat Presiden, ya tidak elok juga, menurut saya. Ya memang tidak ada aturan yang melarang anak Presiden aktif mencalonkan diri dalam Pilkada. Tapi secara kesantunan politik, saya melihatnya tidak "elok dipandang mata".
Siapa yang bisa menjamin tidak ada konflik kepentingan di situ? Yang bisa saja berpotensi memanfaatkan pengaruh dan kekuasaan ayah, paman, suami, istri, dan kerabatnya untuk memenangkan Pilkada. Terlebih tak memiliki rekam jejak dalam dunia perpolitikan.
Siapa juga yang bisa menjamin tidak ada "tekanan politik" untuk tidak memenangkan si Mas. Ya memang sih si Mas bilang, "Saya kan ikut kontestasi. Bisa menang, bisa kalah. Tidak diwajibkan memilih saya. Bisa dipilih, bisa tidak." Kesannya memang "tidak ada paksaan" untuk memilih dia, tapi dia anak Presiden gitu lho?
Lalu, siapa juga yang bisa menjamin selama masa "kampanye" tidak menggunakan fasilitas negara? Sebagai anak presiden, dia punya "hak istimewa" untuk juga mendapatkan fasilitas (negara), yang tentu saja menjadi bias.
Sama biasnya ketika Joko Widodo sebagai calon Presiden saat dirinya masih menjabat Presiden. Terlebih saat itu, Jokowi tidak mau cuti dari jabatannya. Ketika ada kunjungan ke suatu daerah kan "dalihnya" bukan kampanye, tapi kunjungan kerja.
Begitu juga Gibran. Bisa jadi saat sang ayah kunjungan kerja ke Kota Solo, sang anak "nempel" terus, mengikuti ke mana sang ayah blusukan. Siapa yang tidak diuntungkan coba? Secara kacamata (kebetulan saya pakai kacamata) politik pasti menang banyaklah.
Kalau ikut Pilkada setelah sang ayah pensiun dari jabatan Presidennya, kan orang akan melihat potensinya dibanding dia anak siapanya. Jadi dipilihnya objektif, bukan lagi subyektif. Tidak ada tudingan membangun dinasti politik. Dan, yang memilih juga tanpa ada tekanan. Begitu analisis saya sebagai bukan pakar politik.
Semakin terlihat tidak elok lagi yang maju dalam Pilkada 2020 bukan hanya Gibran saja, tetapi juga sang menantu Bobby Afif Nasution atau Bobby Nasution yang berniat maju di Pilkada Kota Medan, meski katanya suami Kahiyang Ayu ini belum dapat persetujuan resmi dari PDI-P.