Tidak hanya itu, warga juga harus memilah sampah yang akan dibuang, sampah organik dan anorganik. Tidak lagi bercampur seperti sebelum-sebelumnya. Lalu menempatkannya di tempat sampah yang disesuaikan dengan peruntukkannya. Tempat-tempat sampah itu pun sudah dilabeli "organik" dan "anorganik" agar warga tidak salah menempatkannya.Â
Untuk sampah organik biasanya dipakai untuk pembuatan kompos. Sementara sampah anorganik dipilah lagi mana yang bisa didaur ulang dan tidak bisa didaur ulang.Sampah yang bisa didaur ulang disetor di "bank sampah", lalu biasanya diberikan ke ibu pemulung yang biasa "beroperasi" di kompleks rumah saya.
Tentu saja untuk memilah sampah ini membutuhkan kantong plastik. Tidak mungkin juga kan saya membungkusnya pakai kertas mengingat persediaan kertas di rumah juga terbatas karena dalam setiap agenda pekerjaan yang saya hadiri sudah paperless. Begitu pula dengan koran bekas, sudah 1 tahun lebih ini suami saya tidak berlangganan koran dan beralih ke media online yang bisa diakses melalui handphone.
Jadi, ketika pedagang memasukkan belanjaan saya ke dalam kantong plastik, saya membiarkan saja karena itu sangat bermanfaat buat saya. Terlebih saya berbelanja seminggu sekali, jadi stok kantong plastik sangat minim di rumah. Terkadang kantong plastik itu berulang kali saya pakai. Saya cuci, saya jemur, saya pakai lagi untuk membuang sampah.
Jadi, apakah kita bisa hidup tanpa plastik?Â
Penggunaan plastik memang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Sifatnya yang ringan dan kuat membuat plastik praktis untuk digunakan. Jadi, menurut saya sih rasanya sulit juga kita bisa benar-benar hidup tanpa plastik.
Okelah kita bisa menghilangkan kebiasaan menggunakan kantong plastik seiring dengan keluarnya kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik dengan menggunakan kantong belanja yang ramah lingkungan seperti yang terbuat dari kain atau kertas, tapi untuk produk-produk yang lain?
Kalau ingin mengurangi sampah plastik, mengapa kantong plastik yang harus disalahkan? Ya, bagaimana tidak. Produk-produk yang sering kita beli saja sebagian besar kemasannya terbuat dari plastik. Makanan ringan, deterjen, tisue, dan banyak lagi. Ujungnya: limbah sampah plastik.
Entah sudah berapa juta ton sampah plastik yang kita hasilkan? Sebagian besar berasal dari kategori sampah rumah tangga. Terlebih kegiatan konsumsi kita dilakukan setiap hari, mungkin juga dalam hitungan jam.
Untuk diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia, bahkan menempati urutan kedua yang terbanyak. Sayangnya, tingkat daur ulang sampah plastik di Tanah Air masih sangat rendah.