Mungkin ini dampak "positif" dari wabah Covid-19. Akibat pandemi ini, banyak warga yang kembali berbelanja di warung tetangga. Tak ada pilihan lain setelah pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) alias di rumah saja yang membuat masyarakat tidak bisa "ke mana-mana".
Meski sudah masuk fase new normal, tetap saja kita harus waspada dengan tidak menciptakan klaster baru penularan virus Corona.
Nah kebiasaan kembali belanja di warung tetangga ini harus diapresiasi dan perlu diteruskan. Kalau perlu dibudayakan karena dapat mewujudkan pemerataan pendapatan masyarakat.
Menurut saya, gerakan ini sangat memberdayakan ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan belanja di warung tetangga, dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat.
Lupakan sejenak gaya hidup atau kebiasaan berbelanja ke supermarket atau pusat belanja modern atau minimarket hanya sekedar beli beras, minyak goreng, mie instan, gula pasir, yang sebenarnya produk yang sama itu ada juga di warung tetangga.
Padahal kalau diamati dari segi harga, justeru lebih murah di warung tetangga daripada di supermarket. Belum lagi tarif parkir, pengeluaran untuk bahan bakar minyak. Berapa total uang yang harus dikeluarkan jadinya?
Saya sendiri sebenarnya paling malas berbelanja di supermarket. Itu sebabnya, saya sangat jarang ke sana. Sebulan sekali pun tidak. Saya malas repot saja.
Banyak faktor: malas melihat kerumunan orang-orang, malas keliling-keliling di area yang luas karena bikin kaki pegal, malas menghadapi kemacetan saat di perjalanan, dan malas menerima kenyataan jika uang yang di tangan hanya bisa buat beli beberapa produk! Yang akhirnya ngedumel, "kok boros banget!" atau "dapatnya segini aja nih?"
Kalau belanja di warung tetangga kan enak, tinggal jalan kaki sebentar. Biasanya saya belanja di warung depan Masjid Al Ihsan, yang jaraknya sekitar 6 rumah dari rumah saya atau di warung Fajar yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah saya. Menempuhnya pun tidak ada kemacetan. Kapan mau belanja juga terserah. Mau banyak, mau sedikit, ya suka-suka saya.Â
Mungkin untung yang didapat pemilik warung ketika kita berbelanja di warungnya tidaklah seberapa, tapi melihat tetangga meningkat perekonomiannya, kan ada rasa senang juga.Â
Apalagi jika pemilik warung masuk dalam kategori pas-pasan. Yang dari hasil pendapatan berjualan itu saja terkadang hanya cukup untuk makan. Maka dengan belanja di warung tetangga, kita ikut berperan membantu meningkatkan dan menghidupkan ekonomi masyarakat. Tak terkesan menolong, tapi sesungguhnya kita turut "membantunya".