Mohon tunggu...
Neng Popi Pitria
Neng Popi Pitria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswi UIN Bandung yang memiliki hobi membaca.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Velayat al - Faqih : Konsep Pembaharuan Ayatullah Khomeini

15 Desember 2024   22:20 Diperbarui: 16 Desember 2024   08:16 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membahas pembaharuan Ayatullah Khomeini, lebih baik didahulukan dengan membahas  tentang riwayat  hidup  beliau.  Nama  aslinya  adalah Ruhullah  Musawi Khomeini dan selanjutnya disebut dengan Imam Khomeini, yang lahir pada tanggal 24 September  1902  atau  20  Jumadil  Akhir 1320.  Nama  lengkapnya  beserta laqab dan derajat keagamaan  yang  disandangnya  adalah  Ayatullah Al-Uzhma  Ruhullah  Imam Khomeini al-Musawa. Gelar  (laqab)  Ayatullah  atau  Ayatullah  al-Uzhma menunjukkan  beliau  adalah seorang   ulama tertinggi   dalam   struktur   masyarakat   Syiah Imamiyah.   Gelar   ini menunjukkan  bahwasannya beliau  telah  melewati  pendakian  spiritual,  dan pemberian tersebut  merupakan  wewenang  dari seorang  ulama  sepuh  yang  menjadi  gurunya. 

Berbagai jenis pendidikan yang diperoleh Khomeini merupakan dasar dari proses revolusi yang dilakukan olehnya. Banyak sekali nama-nama besar dari bidang pendidikan yang menjadi guru Khomeini, namun pengaruh terbesar datang dari seorang gurunya bernama Ayatullah Sayyed Husayn Boroujerdi yang mana ia merupakan ulama paling berpengaruh di Qom pada saat itu.

Revolusi Islam Iran merupakan peristiwa penting dalam sejarah masyarakat Iran yang melahirkan konfigurasi yang khas antara negara Iran dan Institusi Islam. Revolusi tersebut menandai puncak pergolakan politik antara penguasa Iran dengan kelompok ulama yang telah berlansung lama, sehingga terjadi perubahan yang fundamental dalam system ketatanegaraan Iran yang berpengaruh dengan sistem pemerintahan Iran kekinian.

Salah satu pemikiran revolusioner yang ditawarkan oleh Imam Khomeini adalah gagasannya mengenai konsep pemerintahan Islam Velayat al-Faqih. Velayat al-Faqih adalah pemerintahan oleh Faqih, konsep ini merupakan konsep yang ditawarkan oleh Imam Khomeini, yang kemudian diaplikasikan dalam sistem pemerintahan Republik Islam Iran, gagasan ini sebenarnya sudah lama ada namun dipopulerkan oleh Imam Khomeini terutama semenjak revolusi Iran tahun 1979.

Istilah Velayat dalam kamus Bahasa Persia, diartikan dengan Province, Governorship (of a Province); Guardianship artinya provinsi, jabatan gubernur (Provinsi); Perwalian. Adapun istilah Faqih, merupakan jamak dari kata Fiqh yaitu memiliki arti religious, jurisprudence; yang berhubungan dengan agama, beragama, beriman, dan ilmu hukum. 

Imam Khomeini dalam kajian Riza Sihbudi "Peneliti Kajian Timur Tengah dari Universitas Indonesia" menjelaskan bahwa Imam Khomeini menempatkan kaum mullah (agamawan) sebagai pemegang otoritas tertinggi di bidang politik dan agama. Pandangan Riza merujuk kepada arti dari istilah Velayat al-Faqih.

Riza Sihbudi mengatakan Velayat al-Faqih, adalah kepemimpinan atau kekuasaan dipegang oleh agamawan yang berkecimpung dalam kajian hukum Islam. Dipilihnya agamawan fiqih sebagai otoritas tertinggi, dikarenakan fiqih merupakan basis landasan dalam menetapkan hukum-hukum dalam agama. Intisari dari ajaran tersebut adalah kekuasaan terhadap ulama fiqih dikarenakan dia mampu menetapkan segala hukum di tengah-tengah masyarakat, tentunya berlandaskan fiqih Syiah Imamiyah. 

Penerapan Velayat al-faqih diterapkan oleh Ayatullah Khomeini sebagai "mengisi kekosongan politik" selama gaibnya Imam kedua belas (al-Mahdi). Pada masa kegaiban tersebut, fakih (yang memenuh syarat) berperan selaku wakil Imam, guna membimbing umat, baik dalam masalah-masalah keagamaan maupun sosial-politik.

Kontribusi paling berani Khomeini dalam diskursus modern mengenai negara Islam adalah ketegasannya bahwa esensi negara bukanlah terletak pada konstitusi, dan bukan juga terletak pada komitmen penguasanya untuk mengikuti syari'ah, namun kualitas khusus pemimpinnya. Khomeini beranggapan bahwa kualitas khusus ini hanya dapat dipenuhi oleh Faqih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun