Mohon tunggu...
Isti
Isti Mohon Tunggu... Relawan - https://zonapsiko.wordpress.com

Not verified

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sumber Percaya Diri Pada Pria dan Wanita

21 September 2014   16:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:02 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pria dan wanita sama-sama makhluk Tuhan dengan segala misteri dan kompleksitasnya. Keduanya diciptakan untuk saling melengkapi dan menghadirkan warna-warni hidup melalui ketersalinghubungan di antara keduanya dalam perbedaan-perbedaan yang menjadi karakteristik keduanya. Bukankah perBEDAan yang membuat dunia menjadi rame? wkwkwk serius banget prolognya ya?

Dan ternyata... setelah cukup lama gaul dengan dua makhluk tersebut, saya menemukan pola yang berbeda (lagi) dalam memaknai sebuah RASA PERCAYA DIRI, terutama pada sumber atau faktor pencetusnya bahwa bagi kaum pria, dirinya lah yang menjadi standar rasa percaya diri itu, sementara pada wanita lebih banyak mempertimbangkan pandangan luar dalam membentuk rasa percaya dirinya. NAMUN setelah dipikir-pikir, pada akhirnya tetap saja saya melihat adanya sebuah persamaan yang mengkonstruksi perbedaan konsep sumber rasa percaya diri pada keduanya; bahwa bagaimana pun dasar perbedaan ini tidak terlepas dari kerangka berpikir yang terbangun dalam masyarakat tentang konsep GENDER.

Dunia memandang dan mengharuskan bahwa lelaki ideal adalah sosok lelaki yang memiliki kualitas mental mandiri dan dapat diandalkan dalam segala situasi dan kondisi (tampilan fisik menjadi penilain ke sekian – banyak wanita yang memilih pasangan karena faktor kemapanan/keterandalan dibanding faktor tampilan fisik). Sementara masih banyak yang menempatkan kesempurnaan fisik sebagai standar wanita ideal, dan kini makin berat sayaratnya dengan adanya tuntutan inner beauty). Waduuuh. Meski sekarang penilaian wanita ideal sudah bergeser ke arah yang lebih positif, bukan berarti standar awal (tampilan fisik) menjadi hilang dari pikiran kan? Tetap saja banyak kaum wanita yang rela menghabiskan uang jutaan rupiah di salon, mall, berjam-jam di depan cermin untuk menunjang penampilan. Kan alangkah indahnya bila cantik luar dalam? Sempurnaaa. Begitu kata para wanita dan tentu menyenangkan bagi kaum pria.

Individualitas, independensi, dan otonomi adalah sumber kepercayaan diri yang menjadi ‘tuntutan’ pencapaian sesuai gender kaum pria. Ketiganya memiliki nilai yang sangat penting bagi kaum pria dalam menunjukkan eksistensi dirinya ke dunia. Mereka akan merasa gagal jika ketiga ‘tuntutan’ tersebut belum dicapai atau ada pria yang lebih baik kualitasnya. Pria akan merasa berharga jika ia dinilai sebagai sosok yang mampu berdiri di atas kaki sendiri. Ini bukan soal materi tetapi harga diri. Sebuah contoh, seorang lelaki akan menolak fasilitas rumah mewah yang diberikan mertuanya dan lebih memilih menyewa atau menyicil rumah sederhana meski harus puluhan tahun meras keringat. Dan ini terdengar hebat bagi saya pribadi.

Pria juga akan merasa bernilai jika ia dibutuhkan oleh kaum wanita/pasangannya. Mereka akan merasa terancam jika pasangannya terlalu mandiri dan lebih baik dalam hal materi, sikap, emosi, dan kecerdasannya. Bahkan walaupun fakta yang ada, menunujkkan bahwa mereka benar-benar berada pada posisi “di bawah” pasangannya. Beberapa kaum wanita mengeluhkan hal ini, bahwa kaum pria itu tetap saja ego dan gengsinya tinggi meski “nggak punya modal”. Dan ini kerap memicu konflik dan huru-hara, padahal kaum wanita ini tak pernah mengusik “modal” mereka, tetapi rasa rendah diri pria yang dibalut harga diri yang tinggi itu penyebabnya. Kaum pria juga susah dimengerti!

Kolektivitas, bersama-sama, dan terhubung adalah sumber kepercayaan diri bagi kaum wanita. Ya, sepertinya banyak hal yang dilakukan kaum wanita lebih kepada memenuhi harapan dan tuntutan publik terhadap gendernya. Hubungan interpersonal sangat berharga bagi mereka. Kaum wanita lebih banyak melihat model ideal di luar dirinya untuk dijadikan referensi dalam meningkatkan rasa percaya diri, yang sayangnya lebih mengacu pada tampilan fisik semata. Wanita akan merasa sangat terganggu ketika ada sebutir jerawat singgah di wajahnya, berat badan yang mulai naik, keriput yang mulai tampak. Jangan heran jika produk perawatan lebih agresif menyasar kaum wanita ketimbang pria. Sebuah pandangan yang bikin nyesek adalah, banyak kaum pria lebih tertarik kepada wanita cantik dan seksi meski ia tampak bloon ketimbang wanita cerdas dengan tampilan pas-pasan. Atau tak banyak pria yang percaya diri untuk mendekati kaum wanita cerdas, apalagi cantik. Nasib wanita cerdas! ehehe

Kaum wanita akan merasa tertekan jika tiba-tiba orang di sekitarnya menunjukkan respon yang tidak menyenangkan terhadap dirinya. Mereka akan terus bertanya; “apa salah saya?”, “kenapa mereka berubah?” terlebih lagi jika perubahan sikap itu ditunjukkan oleh pasangannya Pikiran buruk menghantui dan muncul pertanyaan-pertanyaan negatif yang menguras energi dan emosi; “apa saya tidak menarik lagi?” “apa dia sudah tidak cinta lagi?” Dunia menjadi begitu gelap dan akan runtuh. Apa pun, standarnya adalah di luar dirinya; sejauh mana ia mampu memenuhi harapan pihak luar, hal itu membuat dirinya berharga.

Intinya, pria tidak mau kelihatan lemah dan disaingi oleh pasangannya dan kaum wanita ingin selalu tampak ‘menarik’ dan ‘dinilai sukses’ dalam memenuhi harapan ‘dunia’ atas dirinya. Kemudian, baik kaum pria atau pun wanita, keduanya akan merasa terancam harga dirinya ketika gagal mengkonfirmasi skema dirinya (pandangan akan kualitas persoananya), yakni di mana independensi dan pencapaian individual adalah lebih penting bagi pria dan koneksi serta interpendensi adalah lebih penting bagi wanita. Dan bahwa norma gender memengaruhi bagaimana seseorang membangun kepercayaan diri.

Dunia telah jauh melesat meninggalkan kita namun kadang paradigma yang tertancap di alam bawah sadar, memenjarakan pikiran kita untuk tetap terkungkung pada bayang-bayang konstruksi yang terbangun berabad lalu.

Happy weekend

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun