Mohon tunggu...
Isti
Isti Mohon Tunggu... Relawan - https://zonapsiko.wordpress.com

Not verified

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jokowi dan Virus Olok-olok Abadi

11 November 2014   12:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:06 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Entah akan dibawa ke mana Negeri ini. Kini makin banyak kaum intelek dan yang mendadak intelek serta merasa intelek, menjadi sedemikian kritis, reaktif, dan nyinyir dengan sibuk mencari-cari celah pemerintahan Jokowi-JK. Terus, harusnya memuji terus gitu? Ya nggak lah, boleh mengritik asal tahu objek yang dikritik dengan menyiapkan dasar-dasar kritikan dan memerhatikan etika.

Sesungguhnya 'amunisi' itu telah disimpan di dada masing-masing kita sejak jelang Pilpres kemarin yang genderangnya semakin terdengar sepanjang prosesnya hingga hari ini. Apa nggak capek???

Kita ini begitu nyinyir dan kritis? dengan orang lain yang sebenarnya bukan hal-hal prinsipil. Kita juga bahagia sekali jika target kritik-yang lebih mengarah ke olok-olok untuk menjatuhkan dan mempermalukan, menyerah. Sayangnya, tidak. Urusan nyinyir dan olok-olok tak lebih besar dari urusan rakyat, urusan bangsa. Ada banyak hal lebih besar yang harus dipikirkan dan diselesaikan. Maka, bara kebencian kesumat itu semakin menyala. Entah sampai kapan.

Sesungguhnya pula, bangsa ini telah terbelah sedemikian rupa; Indonesianya Jokowi dan Indonesianya Prabowo. Masing-masing kubu menjadi pribadi yang lebih mengutamakan emosi, subjektifitas tingkat tinggi. Semua menjadi nol dan buruk bila itu yang melakukan kubu lawan. Lalu kapan bangsa ini bisa bersatu? Apa nggak pengen???

Perkara menteri Susi yang merokok, bertato, cuma lulusan SMP, yang dikritik habis-habisan akhirnya menuai pujian karena kinerja hebatnya. Masalah menteri Hanif Dakhiri yang lompat pagar langsung disambit dengan hujan cemoohan. Ah sudahlah, itu sudah selesai. Sayangnya, para kritikus dadakan tak pernah mau menyelesaikan kritikanya, masih koma belum titik. Dicari lagi apa yang bisa dijadika celah. Apa nggak rugi waktu dan kebahagiaan hidup, setiap detik memelototi berita hanya untuk melontarkan bahan cemoohan?

Bahan kritik dan cemoohan yang terbaru adalah ketika Jokowi dan rombongan melakuka kunjungan ke luar Negeri. Di sini, di jagat maya Nusantara bermunculan kaum intelek beneran, musiman, karbitan, dan abal-abal yang mendadak jadi demikian pintar. Keluarlah nasihat agar Jokowi tetap berbahasa Indonesia saat berbicara di dunia internasional. Itu sudah ada undang-undangnya, kata mereka. Eh, kemarin-kemarin, nggak ada tuh yang ngingetin undang-undang kepada SBY yag cas cis cus ngomong ngenggris di sono? Belum baca atau belum cari tahu ya? Alhamdulillah, SBY bagus banget bahasa Inggrisnya.

Rupanyanya mereka malu bahasa inggris Jokowi rasa njowo dan ndeso. Selama ini Jokowi selalu dikritik oleh mereka yang bersebrangan, sebab tampak sekali gagapnya saat berbicara. Bahasa Indonesia saja belepotan apalagi ngenggris. Yang ngolok-ngolok, sudah bagus belum ngomong enggrisnya? Belakangan, sesaat setelah pelantikan presiden, Jokowi cas cia cus saat berbincang dengan tamu terhormat luar Negeri. Terbungkam kah mulut nyinyir itu?

Tahu kah kita? Ketika Jokowi berbicara di hadapan para petinggi Negara, bahasa enggrisnya memang rasa Jawa sekali. Ada yang berharap, para pendengarnya akan tertawa geli atau menyebar olok-oloknya di medsos seperti fb, twitter, instagram, path, pinteres, dan lainnya. Sayangnya lagi, nggak ada. Emangnya kita??? Apa yang dapat kita lihat? Para audiens dengan seksama mendengarkan Jokowi dan memberinya applaus sebagai bentuk apresiasi. Pujian juga datang dari audien bahwa bahasa inggris Jokowi bagus, sederhana, dan terpenting isi pembicaraannya berbobot.

Artinya apa? Ternyata, mereka yang bersama Jokowi dari berbagai Negara tersebut, yang notabene adalah orang-orang penting, lebih mampu menghargai kerja dan upaya orang lain. Penghargaan mereka sedemikian tinggi. Saya seringkali melihat, orang-orang luar sana, murah hati sekali berstanding applaus untuk hal-hal kecil pun. Mereka mudah tertawa, dan tak pelit memuji serta nggak obral caci maki.

Coba kasih contoh Pak Presiden dan kabinetnya bagaimana kerja yang seharusnya? Bagaimana bisa nyinyir melulu kalau cuma sambil ongkang-ongkang kaki sementara mereka sudah bergerak cepat? Jangan hanya berani bilang "kalau cuma begitu, gue juga bisa!" kepada mereka yang sudah melangkah kalau kita masih duduk bermalas-malasan. Satu point sudah didapat mereka yang melangkah; mereka sudah berbuat. Sementara kita?? Baru bisa bicara toh?

Berharap Indonesiaku rekat kembali dengan julur-julur dukungan dan teguran yang menyejukkan. Tak ada lagi salibg mempertahankan ego dengan aksi-aksi tandingan hanya untuk berduel unjuk kegarangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun