[caption id="attachment_334003" align="aligncenter" width="300" caption="anak-anak MD sedang istirahat jelang shalat ashar"][/caption]
Salam sapa anak-anak Madrasah Ibtidaiyah/MI (Setingkat SD) atau Madrasah Diniyah/MD (sekolah keagamaan) selalu terdengar setiap mereka lewat depan rumah, terutama saat guru mereka lewat; "Assalamu'alaykum, Pak/Bu?" Kapanpun, tak harus dalam suasana mereka bersekolah.
Saya tinggal di lingkungan pendidikan dan pesantren. Dari pagi hingga malam hari selau ramai oleh hilir mudik anak-anak sekolah dan mengaji. Suasana dan atmosfir pembelajaran masih terasa sejak saya kecil hingga kini. Dunia anak-anak di kampung diwarnai dengan belajar dan belajar. Pagi hari mereka sekolah hingga dzuhur di MI atau SD, siang hari mereka sekolah siang MD dari jam 2 siang hingga jam 4.30 sore. Mereka shalat ashar berjamaah di masjid. Kelas MD memang hanya untuk usia SD dan terdiri dari kelas 1 hingga 6 dengan ijazah yang setara SD juga. Dulu, seorang teman SD saya di kelas 5 memilih keluar dan menggunakan ijazah MD nya yang setingkat lebih tinggi kelasnya untuk melanjutkan sekolah. Jadi, saat itu di MD, dia sudah lulus.
Jelang Maghrib anak-anak ini harus kembali bersiap untuk pergi mengaji di masjid hingga waktu isya berakhir. Sementara mereka yang tinggal di pesantren, selepas Isya dilanjutkan dengan kajian kitab. Saat ini kajian tersebut hanya dikhususkan bagi para santri sebab kini lebih fokus untuk mencetak ahli tafsir al qur’an. Dulu ketika saya remaja, pesantren masih membolehkan anak kampung ikut kajian, istilahnya santri kalong. Selepas shubuh, anak pesantren mengikuti kuliah shubuh di masjid.
Saya melihat antusiasme masyarakat terhadap kegiatan pendidikan ini sangat baik. Sempat mengalami penurunan namun perkembangan zaman yang ditengarai menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan anak-anak dan keterbatasan kemampuan ilmu dan waktu yang dimiliki para orang tua, berangsur-angsur kesadaran masyarakat meningkat kembali. Mereka berbondong-bondong menyekolahkan anaknya di siang hari dan mengaji di malam hari. Beberapa anak bahkan harus diantar ojek atau kendaraan oleh orang tua karena tinggal di lain desa. Bahkan beberapa anak lainnya berjalan kaki ratusan meter lho di siang hari yang panas atau hujan yang dingin. Anak-anak pun saya perhatikan menikmati kegiatannya yang padat. Waktu mereka benar-benar digunakan sebaik-baiknya.
Di MD anak-anak diajari ilmu tajwid (teknik baca al qur'an), shorof, nahwu (gramatikal). Selain itu mereka diajari tauhid, tarikh (sejarah) Islam, hisab (ilmu hitung), khot imla (menulis indah dan dikte), bahasa Arab dan fiqh. Tampilan anak-anak MD sekarang lebih rapi dengan seragamnya, beda dengan saya dulu yang mengenakan baju bebas asal sopan saja.
Di tengah pragmatisme, materialisme, individualisme, dan isme-isme lainnya, bersyukur masih ada lingkungan yang baik bagi tunas bangsa. Bersyukur masih ada yang peduli dengan generasi saat ini. Para guru yang mendedikasikan diri di MD dan guru ngaji adalah alumni yang tergerak hatinya. Sebagian dari mereka masih mahasiswa yang jika mau, lebih memilih tidur siang atau hangout bersama teman-teman ketimbang ngajar dengan gaji nggak sampai seratus ribu rupiah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H