Seseorang mendatangi ruangan saya. Mengisahkan seorang remaja putri kelas 7 telah kecanduan pornografi. Diserahkannya sebuah buku tulis kepada saya. Saya masih belum paham apa maksudnya hingga ia meminta saya untuk membuka dan membaca isinya.
Saya tersentak dan refleks menutup buku tersebut. Syok dan beristighfar. Ya Tuhan benarkah ini yang menuliskannya seorang anak lulusan SD? Segera saya mencoba menguasai diri. Kembali saya membaca tulisan itu. Baris demi baris.Â
Sungguh tinggi imajinasi remaja puteri ini akan kehidupan seks bebas. Dengan dialog dan penggambaran situasi yang detil. Luar biasa. Saya merinding membayangkan sudah sejauh mana ia menyelami seksualitas.
Saya coba menepis pikiran buruk yang singgah. Mencoba berpikir lebih jernih, mungkin si remaja puteri ini hanya menyalin dari novel dewasa yang dibacanya. Sebab beberapa rekan yang hobi membaca novel online melalui aplikasi wattpad menyatakan banyak yang ceritanya cukup vulgar.
Melalui anamnesis, diketahui latar belakang remaja puteri tersebut bahwa ia sering menonton video porno di youtube sejak kelas 4 SD. Kurang pengawasan dari orang tua. Bahkan ketika dikonfirmasi, orang tua sangat terkejut. Menurutnya ia tidak jarang mengecek isi gawai puterinya. Namun anak sekarang lebih pandai dalam mengakali orang dewasa. Mereka menyembunyikan beberapa file rahasia di gawainya. Ternyata juga sang anak mengenal lingkungan kehidupan malam.
Tak hanya itu, kini para anak dan remaja dengan bebasnya memosting status vulgar di whatsapp, mengirim gambar dan video tak senonoh ke wag. Tak kenal putera atau puteri, di gawai mereka tersimpan meme, foto bahkan video porno.Â
Konten-konten negatif di internet sungguh tak terbendung. Bukannya Menkominfo sudah memblokirnya? Saya tidak mengerti kenapa begitu mudahnya diakses? Saya pribadi coba memproteksi gawai dari konten-konten yang tak layak konsumsi.
Di mana peran orang tua dalam mengawasi penggunaan gawai oleh anak mereka? Sungguh miris ketika guru berusaha mendidik peserta didik dengan menahan gawai mereka yang menyimpan konten-konten amoral, justeru dimentahkan oleh sikap orang tua. Mereka bergegas berupaya menemui guru untuk mengambil gawai anaknya. Mengapa? Karena mereka tidak tahan dengan rengekan anaknya. Betapa anak zaman sekarang tak bisa lepas dari ketergantungan gawai yang sayangnya loss kontrol dari orang tua.
Berapa persen dari mereka yang benar-benar memanfaatkan internet untuk hal yang positif? Kebanyakan adalah memilih bermain game, menonton youtube, bersosial media dan kesenangan-kesenangan lainnya.
Sungguh tak sedikit remaja kita sudah terpapar pornografi. Bukan hanya konsumen pasif bahkan pelaku aktif.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H