Hmmm judul yang provokatif kelihatannya. Penulisnya pasti suka berpikir negatif dan tulisan ini bagian dari rasionalisasi. Apa pun yang ada dipikiran pembaca mengenai judul tersebut, terserah saja. Terpenting, pikiran tersebut berujung sesuatu yang positif. Ahaha... ribet bener yak!
Baiklaa.. saya mau jujur, tulisan ini terinspirasi oleh tulisan seorang Kompasianer Humanis kita, Bang Dos Dok Muhammad Armand (makasih sudah menginspirasi untuk kembali menulis) Dan setelah saya pikir dan renungkan dengan seksama, apa yang dituliskan beliau diyakini oleh sebagian besar dari kita, termasuk saya tentunya, bahwa berpikir positif, optimisme merupakan 'jalan' keberhasilan dan kesuksesan seseorang. Terbukti, sering sekali optimisme dan berpikir positif dianjurkan oleh para motivator di ruang-ruang publik. Sebaliknya, pikiran negatif dan pesimisme merupakan pintu kegagalan. Karenanya, saya kerap memotivasi diri dan orang lain untuk selalu optimis dan berpikir positif.
Secara maknawi , optimisme dan berpikir positif memiliki kesamaan pengertian. Keduanya dimaknai sebagai sebuah perspektif, penilaian yang mencoba melihat sisi baik dari hal terburuk sekalipun. Sebagai contoh, mungkin kita sering menghibur diri saat mengalami musibah atau apa lah, dengan mengatakan "Untung cuma mobil yang ringsek, kaki yang patah.. nyawa masih selamat." "Untung, cuma rumah yang ludes dilalap api, uang masih bisa dicari lagi." "Meskipun dollar sudah empat belas rebu rupiah, alhamdulillah, masih bisa makan ubi..." dst...dst... Makanya, orang Indonesia... hidupnya bahagia yak! Beruntung terus.. Ehehe... Sementara pesimisme dan berpikir negatif merupakan pandangan yang selalu melihat sisi buruk dan lemah dari hal yang sebenarnya baik. Contohnya, ada yang bilang kita cantik, tampan, atau pinter, dibilang meledek, nggak tulus, basa-basi... Begitu, yang saya fahami.
Jika dilihat dari ilustrasi yang saya sampaikan di atas, jelas banget kok, kalau berpikir positif dan optimisme memang lebih baik dan lebih memungkinkan mengantarkan seseorang menuju kesuksesan bila dibandingkan dengan pesimisme dan berpikir negatif. Tapi benarkah demikian? Wah... mulai nggak konsisten nih... tulisan.
Maaf, saya tidak sedang memprovokasi Anda untuk berpikir negatif dan atau pesimis. Saya hanya ingin, kita memahami bahwa setiap individu berbeda dengan karakter bawaan yang unik, tak ada yang sama bahkan pada kembar identik. Sesama pribadi optimis dan penganut berpikir positif juga, nggak bisa sama persis dalam prinsip dan nilai yang dipegangnya. Ada sebagian orang yang akan lebih baik jika diberikan dukungan dan motivasi, sementara sebagian lainnya justeru menjadi melemah. Maksudnya bagaimana?
Begini, bagi mereka dengan karakter optimis dan cenderung berpikir positif, kalimat-kalimat motivasi seperti "Aku pasti bisa!" "semangaaaat!" "Aku pernah melewatinya, dan berhasil!" akan mampu meningkatkan rasa percaya diri seseorang dalam menghadapi situasi sulit, misalnya ketika hendak ujian masuk universitas, wawancara kerja, presentasi di hadapan profesor. Tapi, boleh jadi, kalimat-kalimat tersebut tidak cukup manjur bagi seseorang dengan karakter pesimis dan cenderung berpikir negatif. Kalimat motivasi tersebut bisa menjadi bumerang. Maksudnya bagaimana?
Berbeda dengan orang optimis dan berpikir negatif, pikiran-pikiran buruk seperti "Aku nggak bisa!", "Aku bakalan gagal!" "Aku belum pernah mengalaminya, dan ini situasi yang sulit." lebih dominan muncul di kepala para pesimistik dengan kecenderungan berpikir negatif. Dan anehnya, justeru pesimisme dan pikiran negatif tersebut menjadikan mereka lebih berusaha keras, lagi dan lagi untuk mencapai hasil terbaik. Jadi... kalau kecemasan, pesimisme, dan pikiran negatif mereka itu di-block, atau dicemooh, dan dibanjiri dengan saran-saran optimisme, berpikir positif, sangat boleh jadi, akan menurunkan usaha pencapaian mereka. Begitu... dan ini yang saya temukan dalam beberapa kasus di kalangan teman sendiri.
Menariknya lagi, tak sedikit dari kita justeru bisa mencapai hasil maksimal justeru ketika kita lebih fokus pada kemungkinan buruk, bahwa kita akan gagal. Sebabnya itu tadi, kita akan menjadi lebih keras dalam berusaha. Tak sedikit pula, orang yang gagal karena optimisme mereka, yang lalu kurang maksimal dalam berusaha. Orang yang terlalu optimis, merasa berada di zona nyaman, sehingga enggan keluar dan meningkatkan upaya ke keadaan yang sebenarnya lebih baik. Selain itu, para optimistik dan berpikir positif cenderung menyalahkan orang lain atas kegagalannya sehingga tidak mau belajar dari kegagalan. Sementara orang pesimistik sebaliknya, ia menyalahkan diri sendiri atas kegagalannya. Misalnya, ketika presentasi project kurang greget, para optimistik menganggap bahwa audiens nya saja yang kurang atau tidak memahami materi yang disampaikannya, bukan karena performanya yang buruk.
Bagaimanapun optimisme itu perlu, terutama bagi mereka yang bergelut di bidang yang membutuhkan ketahanan dan ketekunan. Misalnya, dalam pekerjaan penjualan asuransi dengan tingkat penolakan yang tinggi. Namun, pada saat yang sama, kita perlu pesimis untuk mengantisipasi hal terburuk dan mempersiapkan segala sesuatunya.
Pada akhirnya, baik optimisme - berpikir positif dan pesimisme - berpikir negatif, akan mematikan dalam kondisi ekstrim. Pesimisme menjadi fatalistik, dan optimisme menjadi beracun. Kuncinya adalah dengan menemukan titik yang pas, rentang yang lebih moderat yang menggabungkan manfaat dari keduanya. Mengenali situasi dan strategi adalah kuncinya. Mampu memadukan sisi positif dari berbagai karakter.
Kita semua bisa sukses dan berhasil dengan cara yang berbeda!