Satu kalimat saja yang saya harapkan dari seorang calon pemimpin adalah; "Ia yang karena ilmu dan kecakapannya dibutuhkan banyak orang sedangkan ia sendiri tidak membutuhkan kekayaan dan dunianya.”
***
Tersisa tiga hari ke depan pesta demokrasi - Pileg akan di gelar di TPS seluruh penjuru Negeri bahkan hingga lintas Benua. Namun gaungnya tidak terasa di kampungku. Minimnya sosialisasi, pengenalan, dan atribut Caleg menjadikan masyarakat seolah tidak perduli dengan Caleg yang akan terpilih.
“Nggak ada yang kenal kok!”
“Apa sih ngaruhnya, siapa pun yang menang nggak ngefek.!”
“Caleg yang tetangga kita malah nggak mau mengakrabi tetangganya!”
Dan serentetan nada apatis lainnya yang justeru kerap terdengar.
.
Jumlah partai dan terlebih Caleg yang cukup banyak memang membuat masyarakat bingung. Mereka justeru lebih familiar dengan nama Prabowo, Abu Rizal Bakrie, dan Jokowi yang iklan dan beritanya wara-wiri di televisi.
Saya juga menjadi bagian dari mereka yang bingung. Saya miris menyaksikan banyak hal aneh dan lucu dari tingkah pola para Caleg (meskipun bukan di dapil saya), yang seolah kehilangan rasionalitas demi meraih kursi di parlemen. Tak sedikit Caleg yang pergi ke dukun, kuburan, gunung, sungai dan tempat-tempat lainnya yang diyakini memiliki keramat dan memberikan berkah. Demi untuk sebuah jabatan kok segitunya.. Hilang akal sehat, nanti dikadalin dukun mau saja!
Terlalu banyak Caleg yang harus dipilih menjadikan semakin ketatnya kriteria yang diharapkan oleh masyarakat atau bahkan sebaliknya, rasa cuek yang kian menjadi atas keterpilihan Caleg nantinya di Pileg. Ujung-ujungnya asal nyoblos dengan mengacu partai yang populer atau dikenalnya saja atau bahkan Golput menjadi pilihan aman dan terbaik bagi mereka.
Apa yang saya tuliskan sebagai kalimat pembuka di atas, mungkin bisa jadi terlalu mengada-ada. Banyak manusia yang berilmu dan cakap, namun tak banyak yang memanfaatkannya untuk kemashlahatan ummat. Sedikit atau bahkan nyaris tidak ada calon pemimpin yang tak berminat terhadap kakayaan dan gemerlapnya duniawi bahkan sebagian besar calon pemimpin ini berburu kursi justeru untuk memperkaya diri sendiri.
Lantas, apakah harapan saya itu hanya ada di Negeri Dongeng? Dan itu artinya mustahil terpenuhi? Artinya lagi tak ada pilihan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H