Mohon tunggu...
Neng Imah
Neng Imah Mohon Tunggu... -

senang membaca dan baru belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pertama Kali Jadi Bidan Magang, Persalinan Dibayar Pake Gabah Kering

6 April 2014   19:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:00 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya aku minta maaf pada yang baca tulisan ini.Karena aku baru belajar nulis di sini. Biasanya sih nulis di diary.Jadi kalo tulisannya amburadul mohon dimaklumi. Terima kasih juga untuk mas….(maaf dianya tidak mau disebutin namanya) kompasianer yang udah lebih dulu di kompasiana. Melalui inbox, beliau ngasih saran, kalo mau mulai nulis jangan pikirin aturan dulu,mulai lah nulis seperti nulis diary. Kebetulan nulis diary sudah jadi kebiasaan ku sejak SD. Tulisan ini aku tulis ulang dari diary aku.

Kalo kata orang cita-cita harus digantung setinggi bintang, apa tidak kejauhan ya? Cape ngeraihnya. Itu juga kalo nggak nyasar di angkasanya. Makanya kala menjelang lulus SMA aku yang ama orang tua diharap bisa melanjutkan kuliah di kedokteran, lebih milih kuliah di akademi kebidanan. Syukur ortu setuju. Aku milih akademi kebidanan milik swasta di daerah Bekasi karena lebih dekat dengan tempat tinggal. Aku emang orangnya kuper, males kalo harus adaptasi-adaptasian. Lagi pula banyak juga teman-teman SMA yang kuliah di situ. Jadi aku hanya ngarasa pindah kelas aja.

Setelah lulus aku harus menambah kemampuanku secara praktis, supaya benar-benar siap menghadapidunia nyata profesiku kelak. Sebelum aku benar-benar kerja atau membuka klinik sendiri. Maka aku segera mencari tempat magang. Kebetulan ada sebuah klinik yang sedang butuh bidan bantu, letaknya hanya satu kecamatan dari tempat tinggalku. Segera saja aku ajukan lamaran, dan aku langsung diterima dengan syarat aku harus mau tinggal di situ. Bagi ku itu tak masyalah. Esoknya langsung aku tinggal di klinik.

Pengalaman pertama yang paling tidak terlupakan adalah saat aku harus menolong persalinan seorang ibu yang tinggal jauh dari klinik kami. Justru di hari pertama aku tinggal diklinik. Saat itu klinik sedang kebanjiran pasien, ketika seorang laki-laki tua datang dengan motor butut yang sangat berisik suara knalpotnya. Tergopoh-gopoh dan terlihat sangat cemas, dia minta bu bidan pemilik klinik untuk segera datang kerumahnya karena istrinya sudah menunjukan tanda-tanda akan melahirkan. Karena klinik sedang banyak pasien, maka Ibu –demikianlah kami selalu memanggilnya- meminta aku untuk pergi ketempat pasien itu. Ibu menyuruh aku membawa motor klinik, keliatannya Ibu tak tega bila aku harus membonceng motor tadi.

Aku segera menyiapkan perlengkapan pesalinan dan menjalankan motor klinik mengikuti motor laki-laki tadi. Ternyata tempatnya lumayan jauh, dan kondisi jalannya sangat buruk. Ku pikir pantas saja, laki-laki ini tak mau membawa istrinya ke klinik, bisa-bisa sang istri melahirkan di jalan. Aku juga khawatir akan kemungkinan kondisipasien , segala kemungkinan tindakan pesalinan terbayang di benak aku.

Saat kami sampai, aku terkejut dengan kondisi tempat tinggal keluarga ini. Semipermanen dan kumuh. Ayam dan bebek bersliweran di halaman. Tumpukan kayu bakar dan karung-karung berisi padi menghalangi pintu masuk. Tapi aku tak banyak pikir panjang, aku hanya ingin cepat melihat kondisi pasien. Di dalam kamar sudah ada beberapa wanita, mungkin keluarganya atau tetangga mereka. Sepertinya mereka sudah biasa menghadapi hal seperti ini. Aku langsung periksa kondisi pasien.Ternyata kondisinya sudah siap untuk pesalinan. Aku pun memandu si ibu untuk melahirkan. Alhamdulillah, semuanya berjalan normal. Sang ibu melahirkan seorang bayi perempuan. Mereka menyambut sangat gembira, ternyata itu adalah anak mereka yang ke enam.

Setelah merapikan peralatan, dan memberikan beberapa saran tentang perawatan anak, aku pun segera pamit. Aku belum paham masalah administrasi di klinik kami, jadi ku pikir nanti saja Ibu yang urus. Saat kembali ke tempat motordiparkir, laki-laki tadi mengangkat dua karung gabah yang sudah kering ke atas motornya. Selanjutnyamengantarkan aku kembali ke klinik. Aku pikir dia membawa gabah itu untuk ke penggilingan sambil mengantarkan aku.

Hingga tiba di klinik. Ternyata karung gabah itu pun di turunkan juga dan diletakan di depan klinik. Setelah mengucapkan terima kasih padaku, laki-laki itu lalu masuk kedalam klinik menemui Ibu, berbicara sebentar dan kemudian pamit pulang. Aku pun masuk ke dalam klinik, membersihkan diri dan merapikan kembali peralatan yang ku bawa.

Saat sedang duduk istirahat. Tiba-tiba ibu menemuiku dan berkata:

“ Imah itu tadi ada titipan dari keluarga pasien, katanya itu ucapan terima kasih mereka untuk Imah… Mereka senang sekali Imah yang nolong kelahiran anak mereka.”

Aku penasaran dengan apa yang dimaksud dengan titipan ini. Ibu pun menunjukan dua karung gabah yang dibawa laki-laki tadi.

“Itu satu karung untuk bayar biaya pesalinan, dan yang satu karung khusus untuk Imah…” Ibu berkata sambil senyam-senyum, “ Mereka berharap anak mereka kelak secantik kamu Imah..”

Aku tidak bisa berkata-kata, terharu. Inlah pengalaman pertamaku menjadi bidan magang.

Begitulah, kisah ku. Semoga menarik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun