Ki Ageng Suryomentaram lahir pada 20 Mei 1892 di Keraton Yogyakarta. Beliau merupakan anak ke - 55 Sultan Hamengku Buwono VII dari ibu bernama B.R.A. Retnomandoyo, yang merupakan istri golongan kedua (garwo ampyan) Sultan dan putri Patih Danurejo VI. Pada usia 18 tahun, Ki Ageng Suryomentaram diangkat menjadi seorang pangeran yang membuat namanya berubah dari Bendoro Raden Mas Kudiarmaji menjadi Bendoro Pengran Harya Suryomentaram. Gelar ini adalah simbol kebesaran dan tanggung jawab besar dalam kehidupan keraton.
Setelah pengangkatannya itu, Ki Ageng mengalami kekacauan batin yang hebat, karena tekanan batin yang berlarut - larut itulah yang kemudian melahirkan rasa ingin tahu yang begitu besar dalam diri Ki Ageng terhadap masalah kejiwaan dan kebahagiaan manusia, hingga pada akhirnya membuatnya memilih untuk menanggalkan status kepangeranannya dengan semua fasilitas kemewahan yang dia miliki waktu itu. Dengan kemantapan tekad, dia memutuskan meninggalkan keraton untuk mencari hakikat hidup, mengamati dan meneliti perjalanan serta pengalaman hidupnya sendiri, dan setelah melewati pahit getirnya hidup dia akhirnya berhasil menyusun pengetahuan tentang jiwa manusia yang kemudian dia namakan Kawruh Jiwa, atau ilmu tentang jiwa manusia.
Kawruh Jiwa menjadi kontribusi luar biasa Ki Ageng Suryomentaram terhadap pemahaman manusia tentang kebahagiaan dan ketenangan batin. Menurut ajaran ini, kebahagiaan sejati dapat dicapai apabila seseorang mampu menjalani hidup dengan prinsip enam 'sa', yaitu:
- Sabutuh ('sebutuhnya'): Memenuhi kebutuhan hidup secukupnya, tidak berlebihan atau kurang.
- Saperlun ('seperlunya'): Melakukan sesuatu berdasarkan tingkat urgensi atau kepentingannya.
- Sacukup ('secukupnya'): Menghargai apa yang dimiliki tanpa merasa kurang atau berlebih.
- Sabener ('sebenarnya'): Hidup dengan kejujuran, apa adanya tanpa kepalsuan.
- Samesthin ('semestinya'): Bertindak sesuai dengan aturan dan kewajaran.
- Sakepenak ('senyamannya'): Menjalani hidup dengan kenyamanan hati dan pikiran.
Kawruh Jiwa adalah sistem pengetahuan rasional yang memiliki ciri reflektif , karena di dalamnya terliput dimensi rasa atau afeksi, kapasitas psikologis yang dalam tradisi Barat terbedakan secara tegas dengan rasio. Jika rasionalitas Barat berciri self - centered maka rasionalitas Kawruh Jiwa bersifat relationship - centered, karena ciri akomodatifnya yang menempatkan rasa orang lain sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya mencapai kebenaran dan kebahagiaan
Kawruh Jiwa adalah pengetahuan mengenai jiwa. Jiwa adalah sesuatu yang tidak kasat mata (intangible) namun keberadaannya diakui dan dapat dirasakan (saged dipun raosaken). Kawruh jiwa bukan pelajaran tentang baik-buruk (dede wulangan sae-awon). Dalam pelajaran kawruh jiwa juga tidak ada keharusan untuk melakukan atau menolak sesuatu (dede lelampahan utawi sirikan).
Belajar kawruh jiwa adalah belajar mengenai jiwa dengan segala wataknya (meruhi jiwa lan sawateg-wategipun). Dengan belajar kawruh jiwa, diharapkan seseorang dapat hidup jujur, tulus, percaya diri (tatag), tentram, tenang, penuh kasih sayang, mampu hidup berdampingan secara baik dengan sesamanya dan alam lingkungannya, serta penuh rasa damai. Keadaan tersebut akan mengantarkan seseorang kepada kehidupan yang bahagia sejati, tidak tergantung pada tempat, waktu, dan keadaan (mboten gumantung papan, wekdal, lan kawontenan).
Ki Ageng juga memperkenalkan konsep yang dalam Kawruh Jiwa disebut sebagai pangawikan pribadi (pengetahuan diri sendiri) yaitu memahami rasa sendiri dengan benar. Adapun pokok pengetahuan yang wajib dimengerti adalah diri sendiri yang dapat merasakan apa saja , memikirkan apa saja , dan menginginkan apa saja. Sementara metode yang digunakan untuk membuat pengertian benar atas diri sendiri adalah mawas diri. Dalam pangawikan pribadi, Ki Ageng mendorong manusia untuk mengendalikan keinginan terhadap tiga aspek utama, yakni semat (kekayaan, keindahan, dan kesenangan), drajat (kehormatan, kemuliaan, dan kebanggaan), serta kramat (kekuasaan, kepercayaan, dan penghormatan). Dengan mengelola keinginan-keinginan ini secara bijaksana, seseorang dapat mencapai ketenangan batin dan kebahagiaan sejati.