Potensi Industri Sawit Nasional
Sebagai produsen sawit terbesar di dunia, pemerintah terus mendorong akselerasi industri kelapa sawit sebagai komoditas ekspor utama dan penopang pertumbuhan ekonomi. Hasil audit Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia pada akhir tahun 2022, luas lahan perkebunan kelapa sawit mencapai 16,8 juta hektar dan mampu menghasilkan minyak kelapa sawit sebesar 46,82 juta ton. Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dilaksanakan sebagai salah satu langkah akselerasi industri kelapa sawit, selama kurun waktu 2017-2023 pemerintah melakukan peremajaan kebun rakyat mencapai 306 ribu ha. Diharapkan pada tahun 2040 produksi minyak sawit mentah (CPO/Crude Palm Oil) mencapai angka 100 juta ton.
Ekspor Cangkang Sawit ke Jepang
Cangkang sawit (palm kernell shell) yang dahulu dianggap sebagai limbah industri kelapa sawit, kini menjadi produk turunan yang diminati sebagai sumber energi primer yang bersih yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (EBT/energi baru terbarukan). Pasca bencana gempa bumi dan tsunami yang menghancurkan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) Fukushima Dai-ichi pada 11 Maret 2011, pemerintah Jepang membuat kebijakan tidak lagi membangun pembangkit listrik tenaga nuklir. Akibat dampak pencemaran lingkungan yang serius dan meluas pasca bencana, pemerintah Jepang mulai melarang pemanfaatan energi berbasis tenaga nuklir. Cangkang sawit menjadi komoditas utama seiring dengan kebijakan pengembangan energi baru terbarukan di Negeri Matahari Terbit. Hal ini menjadikan biomassa cangkang sawit dilirik menjadi sumber bioenergi pembangkit listrik. Menurut data Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, potensi produk cangkang sawit nasional per tahun mencapai 11 juta ton.
Transisi Energi Fosil Menjadi Energi Baru Terbarukan
Alih-alih mengekspor cangkang sawit ke luar negeri, pemerintah Indonesia sebaiknya mulai mempertimbangkan kebijakan pembatasan ekspor cangkang sawit guna memenuhi target bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). Target pemenuhan energi baru terbarukan Jepang tahun 2030 senilai 24%, sementara itu target bauran energi baru terbarukan Indonesia tahun 2030 mencapai 34%. Sementara berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi bauran energi baru terbarukan hingga akhir tahun 2023 baru mencapai 13,1%. Artinya terdapat selisih 9,9% untuk target 2025 dan selisih 20,9% untuk target 2030 untuk menjadi perhatian serius pemerintah dalam rangka transisi dari energi fosil yang tinggi karbon menjadi energi baru terbarukan yang bersih, ramah linkungan, dan berkelanjutan. Pemerintah Indonesia harus menentukan kebijakan strategis agar dapat memenuhi Paris Agreement yang berisikan komitmen menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai dengan Nationally Determined Contributions/NDC pada tahun 2030 sebesar 29% dari Business as Usual (BaU) dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan Internasional. Sementara pemerintah juga harus menyiapkan roadmap menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Pemanfaatan Potensi Cangkang Sawit Nasional dengan Co-firing Biomass
Tantangan pengembangan PLTBm (Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa) di tanah air adalah pengembangan teknologi yang tepat sehingga produk bioenergi berbasis sawit menjadi terjangkau. PLTBm di Jepang ada yang sudah mampu mengguanakan 100% cangkang sawit atau kombinasi 70% cangkang sawit dengan 30% wood pellet. Salah satu persiapan menuju transisi energi dan solusi peningkatan porsi energi baru terbarukan yang ramah lingkungan adalah co-firing biomass di PLTU. Sebagai perbandingan, berdasarkan penelitian di PT. ICA Tayan, nilai kalori batu bara sebesar 5040 Kcal dan nilai kalori cangkang sawit sebesar 4760 Kcal. Salah satu pilot project co-firing adalah PLTU Sintang di Kalimatan Barat milik PLN Indonesia Power. PLTU Sintang telah berhasil melakukan serangkaian uji coba dan implementasi pembakaran full 100% biomassa cangkang sawit (biomass firing). Pengujian ini berhasilkan mendapatkan profil, karakteristik, dan kompatibilias mesin terhadap bahan bakar cangkang sawit. Langkah awal tentunya cukup menantang dikarenakan PLTU eksisting di Indonesia menggunakan bahan bakar batu bara. Peralihan sumber energi dari batu bara menjadi cangkang sawit yang memiliki perbedaan profil dan karakteristik bahan bakar, haruslah memiliki kompatibilias terhadap mesin PLTU. Implementasi ini merupakan langkah besar transisi energi yang dicanangkan pemerintah menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Keberhasilan ini diharapkan juga ditunjang dengan berkembangnya ekosistem PLTU Hybrid yang bisa secara flexible switching dari bahan bakar batubara ke bahan bakar biomassa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H