Mba, mas, bolehkah saya memanggil Anda demikian, meski jelas-jelas Anda dari Bali, Manado, atau Kyoto? Apakah janggal, atau yang terburuk, mungkinkah Anda lantas menolak melanjutkan perkenalan ini ke tahap pertemanan?
Apakah itu terlalu ‘jawa’ untuk dipakai oleh dan pada penutur bahasa Indonesia yang jelas-jelas tidak hanya besar dalam kultur jawa?
Benarkah?
Marilah jalan-jalan ke mana saja di luar Jawa, dan simaklah radio lokal berbahasa Indonesia. Penyiar radio, meski dipancarluaskan dari sebuah pelosok di Kalimantan, hampir pasti akan menyapa diri dengan mas danmba.
Dan para fans, mau request lagu, nitip pesan rayuan gombal, mau ikut kuis, dsb, dengan senang hati menyapa penyiar idola dengan mas atau mba pula.
Saya ingat di Padang dulu, pernah ada satu radio yang berikhtiar tampil beda, berusaha mempopulerkan uda dan uni sebagai sapaan untuk penyiarnya.
Kiranya dengan uda dan uni, radio yang hendak memposisikan diri sebagai radionya ABG itu tidak berhasil memproyeksikan citra muda, keren, dan the best radio in town. Malah terdengar awkward, canggung.
Demikianlah, mas dan mba mendominasi radio-radio Indonesia.
Apakah tampil trendy, identik dengan mengacu ke cita rasa Jakarte? Saya rasa iya. Lebih Jakarte, apakah lebih Betawi?
Ah, pasti ndak juga.
Karena kalau demikian, penyiar Sonora akan menyapa Anda;