Memang kualitas komunikasi politikus kita belum canggih. Tidak hanya dalam cara berkomunikasi, namun juga prilaku. Kalau tidak, ngapain ditengah-tengah bencana yang mengoyak Mentawai, Yogya dan Wasior, masih saja anggota DPR melanjutkan agenda kunjungan keluar negeri untuk studi banding yang tak jelas urgensinya apa, walau kritik sudah membadai tiada alang kepalang?
Mau bilang apa? Marzuki Alie, Ketua DPR sekaligus Sekjen DPP Partai Demokrat ini mengguncang bukan oleh prestasi, tapi karena baru-baru ini mengeluarkan statemen yang dinilai tidak manusiawi tentang Tsunami Mentawai.
Mau bilang apa lagi coba? Memang kita terlanjur memilih wakil rakyat yang tak pandai menyejukkan suasana di tengah bencana. Juga telah terlanjur memilih para wakil nan tak pacak menyusun skala prioritas, setidaknya menurut ukuran awam. Kalau menurut ukuran awam, skala pertama hingga terakhir mestinya untuk kepentingan rakyat. Tak ada tempat untuk kepentingan golongan, pribadi, atau dalam bentuk studi banding tanpa urgensi, misalnya.
Gara-gara tak sensitif pada nasib rakyat yang diwakili, tak pelak lagi logika Marzuki merambah jejaring sosial setidaknya Facebook dan Twitter. Menyebar seperti amoeba, dengan cepat, taktis dan pasti, semua seragam; mengecam pernyataan Sang Ketua.
Wal hasil, karena lidah, dalam suasana prihatin dan berkabung dengan kampanye Pray for Indonesia, bukan tsunami, bukan ‘genangan air’ Jakarta, bukan wedhus gembel merapi, bukan pula terjangan banjir di Wasior, tapi Marzukilah yang seolah menjadi common enemy nomor wahiddi Tanah Air seminggu belakangan ini. Sehingga kalau carut-marut di Senayan dijadikan sebuah majalah, maka statement Marzuki Alie adalah cover story majalah tersebut. Begitu tak pantas hingga jadi panas!
Dengan kata lain, puncak kecaman itu bukan pada Yasti Soepredjo Mokoagow (F-PAN), Muhidin Mohamad Said (Fraksi Partai Golkar), Roestanto Wahid (Fraksi Partai Demokrat), Usmawarnie Peter (Fraksi Partai Demokrat), Sutarip Tulis Widodo (Fraksi Partai Demokrat), Zulkifli Anwar (Fraksi Partai Demokrat), Riswan Tony (Fraksi Partai Golkar), Eko Sarjono Putro (Fraksi Partai Golkar), Roem Kono (Fraksi Partai Golkar), Irvansyah (Fraksi PDI-P), Sadarestuwati (Fraksi PDI-P), Chairul Anwar (Fraksi PKS), Ahmad Bakri (Fraksi PAN), Epyardi Asda (Fraksi PPP), Imam Nahrawi (Fraksi PKB), dan Gunadi Ibrahim (Fraksi Partai Gerindra) anggota-anggota Komisi V yang terbang ke negeri Pizza.
Atau bukan pula kepada Nudirman Munir (F-Partai Golkar),Chairuman Harahap (Fraksi Partai Golkar), Salim Mengga (Fraksi Partai Demokrat), Darizal Basir (Fraksi Partai Demokrat), Anshari Siregar (Fraksi PKS), Abdul Rozak Rais (Fraksi PAN), Usman Djafar (Fraksi PPP), Ali Maschan Moesa (Fraksi PKB) dari Badan Kehormatan DPR yang sedang pelesir ke Yunani.
Pendeknya, bukan pada para anggota Komisi V dan BK DPR di atas kemarahan memuncak. Padahal guna membiayai studi banding tersebut, tercium nilai total fantastis dari kepeng yang terbuang.
Tapi kekecewaan serta kemarahan itu bertahta pada lidah Sang Ketua, Marzuki Alie. Yang mungkin waktu wawancara tidak berpretensi apa-apa, selain merasa perlu bersuara, maklumlah seorang Ketua dan Sekjen partai ternama. Hanya saja, pernyataan itu luput menimbang rasa, juga terkesan buta informasi tentangMentawai.
Luar biasa kuasa lidah!
Politikus ulung, harusnya selain cendekia, juga harus bijaksana dalam prilaku serta ucapan. Tidak perlu memperkeruh duka saudara-saudaranya sendiri.
Atau pada kisah studi banding yang sedang dinikmati Komisi V dan BK DPR, tidak perlu menghamburkan anggaran untuk hal yang bisa dipelajari tanpa harus melancong keluar negeri.
Sehingga, kalau benar ada urgensinya belajar etika ke Yunani, kiranya pantas Marzukie Alie disertakan. Belajar intensif, tak boleh lulus sebelum putus kaji. Sudikah?
Dan kalau para anggota DPR yang terhormat tersinggung oleh tulisan ini, baiklah saya pakai logika Marzuki Alie dengan sedikit modifikasi; kalau mau dicintai rakyat, berprilakulah sepantasnya wakil rakyat. Kapan lagi Anda belajar mencintai kami kalau tidak berusaha lebih sensitif pada duka kami?
Salam sensitif!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H