Mohon tunggu...
Nenen Ilahi
Nenen Ilahi Mohon Tunggu... -

Sehari-harinya ibu rumah tangga fulltime, dan pengajar part time. Alumni Australia Indonesia Youth Exchange Program dan Chevening Awards. Berminat pada khasanah pendidikan, media, dan budaya. Sekarang bermukim di Canberra, Australia.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Julia Tak Menikah, Jakarta Bakal Salah Tingkah?

1 Oktober 2010   07:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:49 1692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau Anda kedatangan tamu agung dengan pasangannya yang tidak menikah alias kumpul kebo, apa yang akan Anda lakukan? Tutup mata pura-pura tak tahu, memaklumi, atau malah ngomel-ngomel tak jelas, dan misahin kamar tidur mereka? Yang pasti jawaban Anda akan dipengaruhi oleh budaya dimana Anda dibesarkan. Yang jelas, dalam kacamata Indonesia, hubungan dua manusia hanya sah kalau sudah menikah. Diluar itu? Terlarang!

PM Australia Julia Gillard dan partnernya, Tim Mathieson tidak pernah menikah. Tidak secara agama, tidak juga secara hukum negara, misalnya dengan menikah di catatan sipil.

[caption id="attachment_275254" align="alignright" width="300" caption="Julia Gillard dan Tim Mathieson. Photo: dailytelegraph.com.au"][/caption]

Tidak. PM Gillard memilih hidup bersama tanpa menikahi kekasihnya Tim Mathieson.

Hukum Australia menghormati pilihan ini sebagai bagian dari hak azazi manusia. Hubungan seperti ini disebut de facto relationship.

Tergantung dari negara bagian, kalau sudah mencapai masa tertentu, keduanya otomatis terikat seperti laiknya hukum yang mengikat pasangan suami istri yang sah.

Sebaliknya di seberang lautan, Indonesia, negeri dengan populasi muslim terbesar di dunia pula, tidak mengenal hubungan de facto begini. Baik secara budaya, negara, apalagi agama. Malah kalau dilafalkan sebutan bagi pelakunya, mulutseolah meluncur dalamprejudice yang kelatdan kehinaan yang zalim: pe-zi-na!

Demikianlah. Stigmanya berat. Begitu terlarang!

Dengan latar belakang dua kutub budaya Indonesia dan Australia yang berbeda ini, bagaimana kalau PM Gillard dan Mathieson yang menjalin hubungan de facto bertamu ke Jakarta?

Jangan lupa, sebagai tetangga terdekat, pastinya Jakarta menjadi sasaran muhibah terpenting.Apalagi, kalau Canberra pengen memainkan peran penting di Asia Tenggara serta negara-negara Timur Tengah, kunci emasnya adalah membina silahturahmi dengan Jakarta. Cepat atau lambat, PM Gillard pasti melawat ke Jakarta.

Namun bisa dibayangkan, alangkah repotnya Jakarta kalau PM yang cerdas lagi rupawan ini datang dengan partnernya. Jakarta sangat pasti jadi serba salah. Dirundung dilemma.

Atau justru, saya yang terlalu ceriwis menganalisa? Siapa tahu, Jakarta adem-ayem aja. Maklumlah, selain relijius, masyarakat Indonesiajuga masyarakat yang sangat ramah, toleran dan gampang memaklumi.

“Maklum, Australia budayanya barat sih!“ Bisa jadi begitu saja jalan respon masyarakat dan sekaligus jadi jalan keluarnya: memaklumi dengan lapang.

Namun sekedar mengingatkan, di akhir tahun 2007, Amerika Serikat sempat dalam dilemma, bagaimana menyambut dan menjamu pacar sang tamu. Ingat ngga, saat itu Presiden Prancis Sarkozi yang masih pacaran dengan Bruni, membawa pacarnya dalam lawatan kenegaraan kesana.

Itu Amerika lho, yang revolusi seksual sudah berlangsung paling tidak sejak dekade 60an dan hubungan berkumpulkebo sudah bukan suatu stigma dalam masyarakatnya lagi.

Nah, kalau Washington saja sempat agak-agaksalting untuk situasi yang mirip, apalagi Jakarta ya?

Akan halnya Mathieson, kalau mendampingi PM Gillard ke Jakarta, akankah mereka dipisahkan kamar tidur oleh protokoler?

[caption id="attachment_275261" align="alignleft" width="300" caption="Kevin Rudd dan istri, Therese Rein saat kunjungan ke Jakarta. Photo: life.com"][/caption] Apakah ormas agama akan berdemo pula? Apakah kunjungan ke daerah serupa Acehakan masuk agenda?

Akankah Ibu Ani, sebagaimana dulu mendampingi istri Kevin Rudd, Therese Rein, juga akan mendampingi Mathieson mengunjungi, katakanlah, sekolah-sekolah atau pesantren?

Kalau Ibu Ani dan Presiden SBY menjamu PM Gillard dan Mathieson, layaknya menjamu pasangan Kepala Negara dari negara sahabat, akankah ini bakal dipolitisasi pula?

Misalkan, dimanfaatkan oleh penganut agama garis keras seolah-olah Kepala Negara dan Ibu Negara mendukung gaya hidup tak menikah, sehingga karenanya, partainya tak pantas lagi memerintah atau maju di 2014 nanti?

Kalau begitu, bagaimana kira-kira terjangan balasan Fox Indonesia untuk menegakkan citra SBY sebagai seorang Bapak Bangsa, atau mengembalikan citra partai Demokrat yang mendukung nilai-nilai keluarga, perkawinan serta budaya Indonesia?

Bagaimana kira-kira reaksi para perempuan se-Indonesia? Apakah kalangan relijius akan berseberangan dengan kaum pembela hak-hak azazi manusia? Atau malah dua kubu ini bersatu-padu menolak? Atau menerima dengan tangan terbuka kedatangan tamu agung dari Canberra ini?

Akankah mahasiswa berdemonstrasi menolak uang pajak rakyat dipakai untuk menjamu tamu ini, hanya karena keduanya menurut budaya Indonesia, menganut gaya hidup bebas?

[caption id="attachment_275296" align="alignright" width="300" caption="Kunjungan kenegaraan Sarkozi pertama ke AS, November 2007. Bruni tidak masuk dalam acara formal. Photo: bbc.com"][/caption] Entah barangkali Sarkozi belajar dari 'kerepotan' protokoler di Washington, yang pasti  saat kunjungan berikutnya ke Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab bulan Januari 2008,  Sarkozi sendiri saja. Akankah PM Gillard meniru Presiden Sarkozi?

Apakah isu hak azazi manusia, termasuk hak dalam memilih gaya hidup, akan menjadi isu sentral yang digaungkan oleh PM Gillard dari Jakarta?

Apalagi, November ini akan berlangsung Konferensi Perubahan Iklim Internasional di Cancun, Mexico. Jamak dalam lawatan ke luar negeri seorang kepala negara juga sekalian mengunjungi negara-negara sahabatnya.

Mestinya PM Gillard melawat Jakarta. Akankah Yang Mulia mengajak Mathieson serta?

Saya masih bertanya-tanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun