Mohon tunggu...
Nendra Primonik 180789
Nendra Primonik 180789 Mohon Tunggu... -

Undergraduate student, Departement of International Relation UGM

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jangan Tanya

19 Juni 2010   07:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:26 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jangan tanya mengapa kenangan ini terlihat merah darah. Kita sendiri yang mengiris kulit-- meneteskan titik titik anyir. Kugores kulit lenganmu, mengeluarkan cairan merah-- darah dan kuning nanah. Kau sedia dengan pisau lipat, siap mencabik sisi leherku. Kita tersenggal, dunia berputar. Aku kehabisan nafas,mukamu pias hilang warna. Kau megap-megap tak beraturan. Kerongkonganku panas, kuku-ku mencengkeram bahumu. Kuhela bau amis darahmu. Sesekali kunikmati kernyitan kesakitanmu. Perih di leher makin membakar kesadaranku. Kita berdekatan, bergandengan tangan. Nafasmu makin satu-satu. Betapa hebatnya cinta, saat sakaratul maut menyapa, kau masih juga haus menyentuhku. Jangan tanya mengapa kematian tak lagi menakutkan. Kita sendiri yang berkalkulasi. 4 jam dalam seminggu, kecupan cepat di tanggal tertentu : itulah hitungan waktu kita menyatu Saat kita mati, bersamaan -- abadi Kusulang anggur, semerah darahmu Untuk kemenangan tak terbatasnya lagi waktu Racauan Jogja-Singapura, 12 Desember 2009

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun