Jangan tanya mengapa kenangan ini terlihat merah darah. Kita sendiri yang mengiris kulit-- meneteskan titik titik anyir. Kugores kulit lenganmu, mengeluarkan cairan merah-- darah dan kuning nanah. Kau sedia dengan pisau lipat, siap mencabik sisi leherku. Kita tersenggal, dunia berputar. Aku kehabisan nafas,mukamu pias hilang warna. Kau megap-megap tak beraturan. Kerongkonganku panas, kuku-ku mencengkeram bahumu. Kuhela bau amis darahmu. Sesekali kunikmati kernyitan kesakitanmu. Perih di leher makin membakar kesadaranku. Kita berdekatan, bergandengan tangan. Nafasmu makin satu-satu. Betapa hebatnya cinta, saat sakaratul maut menyapa, kau masih juga haus menyentuhku. Jangan tanya mengapa kematian tak lagi menakutkan. Kita sendiri yang berkalkulasi. 4 jam dalam seminggu, kecupan cepat di tanggal tertentu : itulah hitungan waktu kita menyatu Saat kita mati, bersamaan -- abadi Kusulang anggur, semerah darahmu Untuk kemenangan tak terbatasnya lagi waktu Racauan Jogja-Singapura, 12 Desember 2009
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI