Namanya Neni, beberapa waktu lalu, ampir sebulan yang lalu, dia datang menangis-nangis minta pekerjaan padaku. Panjang sekali kisah yang diceriterakan padaku. Dia saat itu ingin bekerja, karena terdesak untuk membayar kos sejumlah Rp 350.000 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah). Janda dengan dua anak ini, menenteng2 VCD player sebagai sisa harta terakhir untuk dia jual, yang hasilnya diharapkan untuk membayar kos, yang sudah dikejar2 oleh pemilik rumah sejak 2 minggu terakhir.
Flashback bahwa Neni dulunya adalah orang berada, dimana suaminya adalah seorang PNS kemeneterian Dalam Negeri dengan jabatan yang lumayan, namun namanya manusia yang tidak puas dengan gaji PNS yang didapat, si suami akhirnya berbisnis dengan membuka toko pakaian, dan keluar dari posisinya di Kemendagri. Â Pada saat itu usaha suaminya berjalan mulus, karena ada 7 toko yang dia miliki.
Untung tidak dapat diraih, malang tidak dapat ditolak, sudah takdir sang Maha Kuasa, sang suami terkena penyakit jantung dan membutuhkan biaya operasi hingga ratusan juta rupiah. Biaya itu sudah tidak dapat ditanggung lagi oleh ASKES karena suami sudah tidak bekerja sebagai PNS. Seluruh harta Neni habis untuk dipakai sebagai biaya sang suami, dan nyawa suamipun tidak tertolong, masya alloh.
Neni dengan 2 anaknya sejak ditinggal suami terpaksa pindah dari rumah yang lumayan mewah dan tinggal di rumah kos berukuran 4x3m. Kesabaran dan daya juang Neni yang membuatnya mampu bertahan, untuk mempertahankan hidup, dia berjualan gorengan di sebuah sekolah. Namun rupanya Alloh juga masih ingin menguji kesabaran Neni, karena belakangan gorengannya hanya laku dijual Rp 4000 sehari. Sering, Neni dan anak-anak tidak bisa makan dalam sehari, sehingga terkadang satu bungkus mie mereka bagi untuk bertiga.
Dari ceriteranya aku mengetahui bahwa dia ternyata juga tidak bebas dari penyakit, dibalik ketegarannya Neni mengidap penyakit liver, diabetes, ginjal dan jantung. Namun, yang harus aku kagumi dari Neni adalah, dia pantang meminta dan mengemis. Dia ingin tetap bekerja meski dengan kondisi dan tenaga yang terbatas, terkadang dia berbagi kerjaan dengan anaknya yang sulung yang saat ini sudah duduk di kelas 2 SMU. Sudah berulang kali aku nyatakan padanya bahwa aku tidak keberatan untuk menyantuni meski dia sudah tidak bekerja denganku, namun Neni tetap berkeras, bahwa untuknya bekerja lebih terhormat daripada harus meminta.
Yang aku kagumi dari Neni selain mental bajanya adalah mental kedermawanannya, karena dibalik segala keterbatasannya, Neni masih bisa berbagi dengan memberikan baju yang sudah tidak dipakai kepada pembantuku yang lain, aku bangga sudah dipertemukan dengan ibu setegar dia....semoga Neni tetap bisa sabar dan tawakkal dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah Subhanahuwataala. Amiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H