Banyak orang yang mengatakan bahwa program JKN ini merupakan produk gagal, isu ini membuat saya menjadi tergelitik dan ingin mencari tahu, kenapa JKN yang usianya masih “muda” ini bisa dikatakan gagal?
Kemudian, saya tanyakan pada relasi, baik itu orang yang pernah menjadi pasien JKN, tenaga kesehatan yang melayani pasien JKN, juga pegawai BPJS. Dari informasi yang saya dapat, maka inilah yang menyebabkan JKN dikatakan gagal, antara lain karena sistemnya yang masih berantakan; banyak pasien peserta JKN yang ditolak rumah sakit dengan berbagai alasan; pasien dimintai biaya oleh dokter praktek klinik yang jelas-jelas bermitra denga BPJS; obat –obatan dalam formularium nasional tidak tersedia saat dibutuhkan; banyak peserta yang daftar dan kemudian membayar premi saat berobat saja, tapi ketika sudah sembuh tidak bayar premi lagi; perhitungan tarif pelayanan kesehatan terlalu rendah; BPJS sering dianggap telat bayar klaim oleh Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) yang berimbas ke kualitas pelayanan kesehatan pasien yang buruk,dan masih banyak lagi. Sehingga, poin –poin tersebut jugalah yang saya kira membuat sebagian masyarakat menjadi ragu untuk mendaftarkan diri menjadi peserta JKN.
Program JKN ini sendiri merupakan realisasi dari amanah yang termakhtub dalam UUD 1945 terkait penyediaan pelayanan kesehatan dan UU SJSN No. 40 Tahun 2004 terkait penyelenggaraan asuransi kesehatan sosial, yang bertujuan untuk mempermudah akses pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia demi meningkatkan derajat kesehatan dan terhindar dari kemiskinan akibat pengeluaran biaya kesehatan yang mahal. Tujuan yang sungguh mulia, namun sayangnya.. selain terlalu lama dalam langkah aksi perealisasian UU SJSN ini (UU SJSN disahkan tahun 2004, realisasi JKN tahun 2014- jarak waktu 10 tahun), yang juga terlalu cepat publikasi dan penyelenggaraannya ketika sudah diwujudkan. Padahal persiapan belum matang seperti terburu-buru,,sehingga masih banyak kekurangan di sana-sini (membuat saya sedikit bertanya-tanya, sepuluh tahun kemarin apa saja yang sudah dilakukan?) dan tak terelakkan lagi bila sebagian orang menyatakan bahwa “JKN program inferior”.
Sebetulnya, jika dikatakan inferior sih menurut saya tidak, tapi itu semua tergantung bagaimana anda melihatnya. Namun satu hal yang harus kita sadari bersama, terjadi konflik kepentingan berbagai pihak pada Program JKN ini, antara lain :
- Pihak Pasien / masyarakat, sebagian besar (dan manusiawi) menginginkan pelayanan kesehatan diberikan dengan biaya yang wajar-murah-kalau bisa gratis, kualitas pelayanan medis bagus (pelayanan cepat, tepat, cermat), tenaga kesehatan melayani dengan ramah, lebih senang kalau diberikan obat paten dengan jumlahnya yang banyak, dilakukan berbagai macam pemeriksaan untuk mengetahui kondisinya, dan tentu sembuh dari penyakit yang dideritanya.
- Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK), inginmemberikan pelayanan yang berkualitas untuk pasien, klaim dibayar tepat waktu oleh BPJS, tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan proses bisnis bidang jasanya (memenuhi liabilitas, perkembangan organisasi, dan tentu mengharapkan surplus).
- Tenaga kesehatan : ingin agar sistem pembiayaan kapitasi dan INA CBG tidak membuat jumlah pendapatannya menjadi berkurang.
- Pemerintah dan BPJS sebagai pengelola, menginginkan agar dana amanah yang dikelola mampu membayar semua biaya atas pelayanan kesehatan yang diberikan pada masyarakat sebagai peserta JKN secara efisien dan efektif, setiap berkas klaim yang diajukan tepat waktu dan lengkap, tidak terjadi kecurangan (fraud) oleh PPK.
Sehingga, jika dalam pelaksanaannya program JKN ini tidak memuaskan para pihak maka hal itu wajar.. karena banyak harapan/ keinginan yang bersinggungan. Tetapi walau bagaimanapun, Program JKN ini lebih baik dimulai dari sekarang meski terlambat daripada tidak sama sekali. Apalagi dalam beberapa hari ke depan Kartu Indonesia Sehat akan dipublikasikan secara resmi, semoga dengan adanya program unggulan dari Presiden Jokowi ini mampu menyempurnakanmisi dari Program JKN.
Saya yakin, bila Pemerintah sebagai regulator, BPJS sebagai pengelola, dan PPK sebagai ujung tombak dalam keberhasilan JKN (-saya tidak tahu apakah nanti nama programnya tetap “JKN” atau “KIS”, yang jelas sama-asuransi kesehatan sosial) berkomitmen penuh dalam menyukseskan pelayanan kesehatan cakupan semesta(universal health coverage) yang berkualitas, dan kita sebagai masyarakat juga peduli dengan program JKN, misalnya saja ikut berkontribusi sebagai peserta JKN dengan menaati semua peraturan dan syarat berlaku, turut memantau- mengevaluasi dan memberikan kritik yang konstruktif demi kesuksesan JKN ini. Maka sistem asuransi kesehatan sosial Indonesia akan menjadi salah satu yang terbaikbahkan dijadikan benchmark bagi negara-negara lain, jadi negara kita bukan sebagai peniru saja.
Mari kita bersama-sama mendukung kesuksesan program asuransi kesehatan sosial di Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H