Apa rasanya ya...para guru yang sibuk ngemodus penuh akal bulus demi mulungin fulus daripada mengajar dengan tulus dan 'lurus' saat mendengar PROFESI-nya masih digaungkan dengan gelar 'PAHLAWAN TANPA TANDA JASA?'
Apakah mereka masih merasakan aura kepahlawanan tanpa tanda jasa itu saat menjalankan profesinya yang sudah banyak terpolusi demi mengejar money ?
Alhamdulillah, sejak dahulu kala aq sudah terkontaminasi bahwa tidak lagi mengagungkan satu profesi tertentu lebih mulia, berjasa dari profesi lainnya. Menyekolahkan anak-anak hanya sebagai syarat mengikuti standar perjalanan hidup orang kebanyakan saja tanpa berharap apa-apa. Asal diperlakukan baik, naik kelas trus..sudah cukup.
Lebih-lebih akhirnya mengalami sendiri saat anak pertama masuk SD, begitu juga anak kedua.
Terutama anak pertama yang istilah sekarang itu dominan otak kanan yang membuatnya menjadi anak yang ‘beda’ dari murid pada umumnya. Tidak standar, tidak bisa duduk diam, tidak takut ancaman, hukuman, nilai…yang oleh salah satu guru di sekolah waktu itu (sekarang sudah MTS) sampai disarankan ke Psikolog namun oleh Psikoloq tersebut menolak untuk menuliskan hasil ‘normal’ nya anak kami karena harus ada surat pengantar dari sekolah, pihak yang meminta. Namun pihak sekolah tidak bersedia mengeluarkannya ???
Dan karena tidak adanya laporan tertulis yang bisa menguatkan normalnya anaka kami, bukan autis, ADHD dan lainnya sepertinya guru tersebut penasaran, entah berapa kali memanggil kami orang tua untuk menghadapnya. Entah berapa banyak perlakuan ‘pembunuhan karakater’ yang dilakukan oleh guru tersebut. Entah bagaimana juga kami harus menghadapainya selain sabar. Karena pindah sekolah apalagi swasta tidak ada dalam budget kami dan juga sepertinya tidak menjamin yang gimana-gimana juga.
Sampai disatu pertemuan terucap ‘naik tajong’ (istilah untuk mengusir halus) anak kami dari sekolah tersebut padahal anak kami tidak bermasalah dalam menerima pelajaran. Nilainya bagus-bagus. TRY US !!! Alhamdulillah selamatlah anak kami sampai tamat di sekolah tersebut dengan waktu yang terasa lamaaaa sekali. Fiuuh….
Eh sudah di Mts masih ada aja yang mengganjal dihati. Guru olahraga. Entah setelah berapa kali berenang akhirnya aq memutuskan anak kami tidak lagi akan ikut berenang. Buat aq seperti ada sesuatu bila guru olahraga UMUM tapi koq bisa rutin tiap bulan ada KEHARUSAN berenang. Karena anak kami yang tidak berenang selalu dapat tugas sebagai GANTI tidak berenang. Awalnya nyari tema yang tinggal di print, terakhir kemaren itu harus tulis tangan di buku tulis. Arrghh…bener-bener menggoda iman. Dua kali bagi rapor,nilai olahraganya kosong,krn UTS atau ujian itu adalah tes berenang !!!! Mang ini kursus renang sampe segala-gala fokus kegiatan olahraganya hanya berenang???? Hellooooww
Setelah kegiatan berenang,aq nanya tiap pulang sekolah yang ada pelajaran berenangnya,“Olahraga apa tadi Kak ?” Jawabnya "…ga olahraga.bahkan gurunya ga ada" Dan tidak ada PENGGANTIAN dalam bentuk apapun. Weird huh ? Bikin gregetan
Sementara olahraga disekolah itu umum. Bukan kegiatan ekstra kurikuler, apalagi KURSUS berenang !! Bukan kan yah ?! Kalo niatnya bener olahraga, harusnya guru olahraga juga bisa menyewa lapangan olahraga lain seperti volly, basket dll untuk BEROLAHRAGA. Ada Sabuga, ada UPI kalo memang BENER mah yah. Kalo memang begitu polanya, aq rela mengeluarkan uang untuk kegiatan tersebut. Tapi kan tidak.Yang ada berenang...berenang..dan berenang !