Mohon tunggu...
Nely Sandhy
Nely Sandhy Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Pasti bisa jika mau usaha.....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tikus Berdasi Serakah, Semuanya Dimakan!

6 Desember 2019   18:52 Diperbarui: 7 Desember 2019   08:34 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

* Oleh: Nely Sandhy

Negara Indonesia memiliki kekayaan dalam budaya, Budaya Korupsi? Mengapa demikian? Karena korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya dari mulai tingkat rendah sampai tinggi. Bahkan, Indonesia pun menjadi salah-satu negara terkorup di dunia yang pastinya sangat memilukan. Akan tetapi pada dasarnya negara ini memiliki kekayaan yang luar biasa, baik wilayah, ragam bahasa dan suku, serta kekayaan budaya. Disamping itu pula Indonesia memiliki kekayaan dari aspek Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA), dua hal tersebut merupakan kekayaan yang paling mendasar bagi suatu negara dalam rangka mengelola dan menjalankan suatu pemerintah yang baik dan efektif. Namun pada kenyataannya benarkah Indonesia Kaya? atau sebaliknya?.

Indonesia kaya akan sumber daya alam. Anggota Fraksi PPP DPR, Achmad Dimyati Natakusuma menegaskan, kekayaan alam yang dimiliki setiap daerah di Indonesia merupakan kekayaan seluruh bangsa Indonesia, tidak hanya miliki daerah yang bersangkutan. "Pasal 33 ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," ujar Dimyati di hadapan Ikatan Guru Raudatul Adfal (IGRA) dalam acara Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan bertema "Peran Daerah dalam Kerangka NKRI" di Aula GWR Cengkare, Jakarta barat, Selasa (30/8). (Republika.co.id)

Ulah siapa Indonesia menjadi miskin? Siapa lagi kalau bukan Tikus-tikus berdasi BIANGNYA, selalu saja haus akan kekuasaan dan tidak pernah puas dengan apa yang didapat. Kebiasaan! Lagi-lagi mereka yang merampas hak kami! Kapan majunya bangsa ini!. Bahkan pada masa akhir-akhir Bung Karno mengemban tugas sebagai Presiden RI, beliau sempat menyampaikan "Di dalam menatap masa depan kita ini seolah-olah buta". Kemanusiaan dan kehidupan di bumi ditentukan oleh bagaimana kita membangun masa depan dengan cara mempertahankan kekayaan dan kekuasaan, bisakah mempertahankan?  Sedangkan koruptor di Indonesia saja selalu bertambah dan dimana-mana.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhamad Syarif menegaskan Sumber Daya Alam (SDA) merupakan sektor yang rentan menjadi bancakan para koruptor. Maka dari itu, SDA menjadi salah satu sektor yang paling dipantau oleh lembaga antirasuah. Menurut Syarif, SDA merupakan sektor yang paling sering terjadinya state capture atau negara mengorupsi negara. State capture merupakan sebuah aktivitas mengkooptasi, mengintervensi, dan mendominasi kebijakan negara melalui suap dan tekanan. "Di sumber daya alam itu paling banyak (uang). Sehingga dirancang dari awal untuk dicuri demi kepentingan pribadi. Jadi dia mengambil itu yang seharusnya bagian negara diambil untuk dirinya," kata Syarif. (Liputan6.com)

Menurut Syarif penanganan kasus korupsi di sektor SDA lebih sulit ketimbang korupsi di sektor anggaran. Hal ini lantaran korupsi di sektor SDA berkaitan dengan penerimaan negara. "Kalau APBN-APBD gampang diukur. Proyek perumahan pegawai negeri Rp 1 miliar. Kita hitung saja setelah jadi, pasti harga ini oleh ahli diukur paling banter Rp 600 juta. Itu bisa kita ukur. Tapi kalau dari segi pendapatan, itu tidak bisa seperti itu. Berapa royalti dari batubara, nikel, emas, hanya yang punya tambang dan pemerintah yang punya kewenangan pengawasan tentang itu yang tahu," kata Syarif. (Liputan6.com)

Korupsi memang berbahaya apabila kepentingan yang tertanam sangat kuat maka membuat bangsa indonesia tidak memiliki rasa percaya diri dalam menjalankan negara, pemerintahan bahkan kehidupannya sendiri yang paling mendasar. Setelah 13 tahun KPK berjalan, riwayat pemberantasan korupsi di negara ini belum melahirkan suatu tradisi yang merupakan sebuah tantangan bersama bahwa pemberatasan korupsi di indosesia perlu memiliki visi yang original. Pada level politik yang cukup terlihat adalah ekonomi yang terlalu tinggi, bahkan negara yang gagal disebabkan oleh masalah kronis ekonomi maupun keamanan. Korupsi susah sekali untuk dibasmi, karena korupsi adalah penyakit universal negara yang bisa ditemukan dimanapun.

Dasar serakah! Hanya mementingkan diri sendiri! Lagi pula korupsi itu haram lantas mengapa masih dilakukan? Yang dikejar hanya urusan duniawi? Takkan pernah ada habisnya!. Agama Islam sendiri pun membagi istilah korupsi dalam beberapa dimensi yakni, korupsi dalam suap atau risywah di dalam pandangan hukum Islam adalah perbuatan yang tercela dan juga menjadi dosa besar, Allah SWT pun melaknatnya. Dimesi dalam saraqah atau pencurian dilihat dari etimologinya memiliki arti melakukan sebuah tindakan pada orang lain dengan cara sembunyi. Namun menurut Abdul Qadir 'Awdah pencurian diartikan sebagai tindakan mengambil harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi dalam arti tidak diketahui pemiliknya. Ulama fikih juga sependapat jika perbuatan korupsi merupakan haram dan juga terlarang sebab menjadi hal yang bertentangan dengan maqasid asy-syariah.

Dalam Al-Quran juga terpaparkan mengenai korupsi yang dijelaskan pada (Al Baqoroh 2:188) "dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.". Dapat dijelaskan bahwa Imam Al-Maraghi di dalam tafsirnya (Juz II: 81-82) menjelaskan bahwa lafaz al-aklu dalam ayat ini berarti mengambil atau menguasai segala sesuatu yang termasuk kebutuhan pokok dan menyangkut biaya. Sedangkan al-bathil bermakna mengambil sesuatu dengan cara tanpa imbalan sesuatu yang hakiki. Al-Quran menyebutkan hal demikian ini lantaran tidak lain pasti akan terjadinya hal tersebut dan menyebar lebih banyak dan menjadikan mengakar budaya. Padahal disadari dan merupakan jalan kebatilan.

*Penulis adalah mahasiswa semester 1 (satu) mata kuliah Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun