Mohon tunggu...
Nely Merina
Nely Merina Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis, Pebisnis dan IRT

Menulislah untuk mengubah peradaban

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tak Akan Ada Kelaparan Jika Hukum Syariah Diterapkan

28 Januari 2020   03:25 Diperbarui: 28 Januari 2020   03:41 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Nely Merina SP

Ketika 22 juta penduduk Indonesia mengalami kelaparan kronis. pemerintah justru ingin memusnahkan 20.000 ton beras busuk dan 28 juta telur tetas. Sungguh ironis membuang bahan pangan ketika rakyatnya kelaparan. 

Menurut Asian Development Bank (ADB) bersama International Food Policy Research Institute (IFPRI) yang didukung Kementerian PPN/Bappenas mengeluarkan data 22 juta penduduk Indonesia mengalami kelaparan kronis dan 22,67% anak Indonesia menderita stunting.  Global Food Security Index (GFSI) pun mengeluarkan data serupa bahwa ketahanan Indonesia berada di posisi pertama dari bawah di Asia Tenggara yang mengakibatkan negara kita mengalami rawan pangan,

Riset Global Hunger Index (GHI) yang dikeluarkan oleh Concern Worlwide pun membenarkannya, bahwa indeks kelaparan di Indonesia berada dalam kategori serius dan harus ditangani segera. GHI mencatat Indonesia berada di peringkat ke 70 dari 117 negara.

Ada empat indikator yang digunakan untuk memberikan penilaian negara terhadap kerawanan pangan. Pertama adalah kekurangan gizi yaitu jika asupan kalorinya tidak mencukupi. Kedua Child Wasting, yakni permasalahan gizi pada anak di bawah lima tahun yang bobot tubuhnya jauh di bawah normal. Ketiga adalah stunting yaitu terhambatnya pertumbuhan pada anak-anak di bawah lima tahun dan terakhir tingkat kematian anak-anak di bawah lima tahun.

Sementara kategori yang digunakan GHI untuk menempatkan posisi suatu negara. Posisi rendah (skor <9,9), moderat (10-19,9), serius (20-34,9), mengkhawatirkan (35-49,9) dan sangat mengkhawatirkan (>50). Indonesia sendiri mendapatkan skor 20,1 atau masuk dalam kategori serius. Penanganan ini harus segera dilakukan jika tidak maka semakin meningkat angka kelaparan, anak yang stunting hingga kematian.

Kelaparan Namun Tidak Kekurangan

Meski beberapa lembaga riset global menyatakan tindak kelaparan kronis Indonesia harus segera ditangani. Namun pemerintah nampaknya masih menanggapi dengan santai bahkan mereka menyalahkan sistem pertanian di Indonesia yang masih konvensional sehingga produktivitas menjadi rendah.

Nyatanya, Indonesia bukan kekurangan bahan makanan.  Justru sedang melimpah ruah. Hingga pemerintah menetapkan kebijaan akan membuang 20.000 ton ton cadangan beras pemerintah (CBP) karena mengalami penurunan mutu dan tak layak lagi dikonsumsi.

Kebijakan membuang beras tersebut juga didukung dengan adanya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 38 Tahun 2018, CBP memang dapat dibuang jika telah melampaui batas waktu simpan minimum empat bulan atau berpotensi mengalami penurunan mutu. Pemerintah ternyata bukan hanya berencana memusnahkan beras namun juga 7 juta telur ayam siap tetas per minggu atau 28 juta telur ayam siap tetasdikarenakan anjloknya harga ayam.  Dengan memusnahkan cikal ayam tersebut maka harga daging ayam akan segera stabil.

Menurut Direktur Pembibitan dan Produksi Ternak  Kementan Sugiono, Pemusnahan telur siap tetas itu berdasarkan hasil rapat koordinasi penunggasan tanggal 19 November 2019, diputuskan untuk melakukan pengurangan HE (telur tetas) umur 19 hari sebanyak 7 juta per minggu , mulai 1 Desember 2019 (detik.com).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun