Isu gender dalam Islam merupakan salah satu topik yang sering menjadi perbincangan dalam kajian keagamaan dan sosial. Sebagian masyarakat memahami ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan gender secara literal, yang terkadang menimbulkan kesalahpahaman dalam implementasinya pada kehidupan. Islam seyogyanya adalah agama yang membawa nilai-nilai universal, keadilan, kesetaraan serta, mengajarkan penghormatan terhadap peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan.
Pendekatan hermeneutika hadir sebagai metode yang tidak hanya memahami teks secara tekstual tetapi juga kontekstual. Pendekatan ini menggali makna mendalam dari ayat-ayat Al-Qur'an dengan mempertimbangkan konteks historis, sosial, dan budaya saat ayat tersebut diturunkan, serta relevansinya dengan kondisi masyarakat modern. Ayat-ayat yang berkaitan dengan gender dapat ditafsirkan ulang untuk mendukung kesetaraan, keadilan, dan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam ranah pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu sektor strategis dalam membangun kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender. Implementasi tafsir hermeneutika terhadap ayat-ayat gender dalam dunia pendidikan dapat menjadi fondasi bagi terciptanya sistem pendidikan yang inklusif, berbasis nilai-nilai keadilan, dan selaras dengan ajaran Islam. Artikel ini akan membahas beberapa ayat gender, pendekatan hermeneutika dalam menafsirkannya, serta dampaknya terhadap pendidikan di era modern.
Ayat-Ayat Gender dalam Al-Qur'an, antara lain:
1. Q.S. An-Nisa: 34 “Laki-laki itu adalah pemimpin bagi perempuan-perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…”
Ayat ini turun dalam konteks masyarakat Arab pada masa itu, di mana laki-laki umumnya menjadi pencari nafkah utama. Kepemimpinan laki-laki dimaksudkan sebagai tanggung jawab untuk melindungi dan mendukung keluarga, bukan sebagai bentuk dominasi. Dalam konteks modern, ayat ini sering dimaknai ulang untuk menekankan tanggung jawab dan kerja sama antara laki-laki dan perempuan dalam membangun keluarga.
2. Q.S. Al-Ahzab: 35 “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang taat… mereka semua akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.”
Ayat ini turun sebagai respons atas pertanyaan seorang sahabat perempuan, Ummu Salamah, yang bertanya apakah perempuan juga mendapatkan penghargaan yang sama dalam Islam. Ayat ini menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang setara dalam hal keimanan dan ganjaran dari Allah.
3. Q.S. At-Tawbah: 71 “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar…”
Ayat ini mengafirmasi bahwa laki-laki dan perempuan memiliki tanggung jawab bersama dalam membangun masyarakat yang baik. Peran ini bersifat kolektif dan tidak terbatas pada jenis kelamin tertentu.
Penafsiran ayat-ayat gender harus menekankan pentingnya memahami teks dalam konteks historis, sosial, dan budaya saat ayat tersebut diturunkan, serta relevansinya dengan konteks modern agar tidak muncul kesalahan dalam penafsiran suatu ayat. Dalam kasus ayat-ayat gender, kita harus memahami latar belakang turunnya ayat, mempertimbangkan perubahan sosial dan budaya agar tetap relevan dengan zaman. Tujuan utama syariah adalah mencapai keadilan, keseimbangan, dan kemaslahatan bagi umat manusia. Penyusunan Kurikulum harus mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender. Pelatihan guru tentang gender dalam Islam perlu diberikan, agar pemahaman tentang pendekatan hermeneutika dalam tafsir ayat-ayat gender agar mampu menyampaikan ajaran Islam dengan perspektif yang adil dan progresif. Peningkatan peran perempuan dalam pendidikan perempuan harus didorong untuk aktif dalam sektor pendidikan, baik sebagai pendidik maupun pembuat kebijakan. Hal ini mencerminkan prinsip kesetaraan yang diajarkan dalam Al-Qur'an.