Mohon tunggu...
Neli Agustin
Neli Agustin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Buang lah rasa malasmu,jika ingin mengejar impianmu.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Analisis novel Larasati karya Pramoedya Ananta Toer dengan teori Ferdinand de Saussure

1 Januari 2025   16:37 Diperbarui: 1 Januari 2025   16:37 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

novel karya Pramoedya Ananta Toer yang terbit pertama kali pada tahun 1960, yang bernama "Larasati". Menggambarkan seorang perempuan bernama Larasati dimana ia pada masa pasca-kemerdekaan Indonesia. Dimana novel ini menggambarkan perjuangan, konflik sosial dan identitas pada masa konflik revolusi. Analisis dalam novel ini menggunakan teori Ferdinand de Saussure mengenai tanda dan petanda. Ferdinand de Saussure, seorang linguis Swiss, memperkenalkan konsep bahwa bahasa terdiri dari dua komponen utama: signifier (penanda) dan signified (petanda) Penanda adalah bentuk fisik dari tanda, seperti kata atau suara, sedangkan petanda adalah konsep atau makna yang diasosiasikan dengan penanda tersebut.  Pada nama Larasati dalam novel itu merupakan penanda, dimana larasati juga dipanggil sebagai Ara mencerminkan dualitas dalam dirinya---sebagai seorang aktris dan sebagai pekerja seks. Mengandung banyak makna perjuangan yang identitasnya di tengah stigma sosia. Tanda yang terdapat dalam novel ini bisa kita lihat dari pekerjaan larasati sebagai pekerja seks dan bintang film dapat dilihat sebagai tanda yang menunjukkan posisi perempuan dalam masyarakat pasca-kemerdekaan. Dalam novel ini dialog yang digunakan sering mencerminkan ketidak puasan terhadap kondisi sosial. Novel ini juga menciptakan konflik sosial yang menarik dimana konflik generasi muda berjuang melawan generasi tua untuk kemerdekaannya, karena generasi tua sudah dianggap sebagai  korup dan oportunis. Pramoedya juga menyampaikan pesan moral pada novel Larasati dimana keberanian perempuan dalam memilih jalannya sendiri meskipun dibawah tekanan sosial. Dan menciptakan emosional dengan pembaca. Ia juga menciptakan nilai-nilai kemanusian dan nasionalisme. Novel "Larasati" karya Pramoedya Ananta Toer tidak hanya sekadar sebuah cerita tentang perjuangan seorang perempuan, tetapi juga merupakan refleksi mendalam tentang kondisi sosial-politik Indonesia pada masa itu. Dengan menggunakan teori Ferdinand de Saussure, kita dapat memahami bagaimana Pramoedya membangun hubungan antara tanda dan makna untuk menyampaikan kritik sosial yang tajam. Melalui narasi Larasati, pembaca diajak untuk merenungkan identitas, keberanian, dan harapan di tengah tantangan zaman.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun