Mohon tunggu...
Meuthia Ayu Nelarenata
Meuthia Ayu Nelarenata Mohon Tunggu... -

like culture, i'm liquid and open to new ideas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Random Things That Stuck In My Head

5 Mei 2010   09:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:24 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Feels like a year! Akhirnya saya menulis lagi, :)

Baru buka dashboard saya ngeliat notifikasi kalau kompasiana sudah merevisi peraturannya, have you guys read it? Ada satu peraturan yang (kalau saya tidak salah baca) mengatakan kalau kompasianer tidak boleh menulis judul dengan menggunakan huruf kapital? Kenapa ya? *masih berpikir*

Oh iya, akhir-akhir ini saya jarang sekali menonton berita, tapi kalau ngeliat status orang-orang di jaringan pertemanan sosial ada dua agenda yang menjadi perhatian masyarakat sekarang. Pertama, hal seputar Ibu Sri Mulyani dan Bank Dunia. Banyak status orang-orang yang menyayangkan (jika Ibu Sri Mulyani) jadi hijrah ke Amerika. "Indonesia tak bisa menghargai orang pintar!" Benarkah? Kedua, hal mengenai sejembreng (maaf kalau saya suka memakai kata-kata yang aneh-aneh) angka bernama belakang Triliun.

Sebenarnya saya punya pendapat sendiri untuk beberapa agenda yang sedang menjadi pusat perhatian saat ini. Namun sejak terjadi kasus yang "aneh-aneh", saya jadi agak-agak takut untuk menuliskan pendapat saya sendiri. Aneh sekali ya? Rasa-rasanya pasal 28 itu sudah kehilangan powernya. Yang jelas, saya cuma bisa geleng-geleng sampai rasanya kepala ini mau copot! *sigh*

Tapi saya tetap mau berkomentar soal angka bernama belakang Triliun itu. Kemaren teman saya cerita, katanya ada yang ngomong gini, "aduh, masa kerja aja kayak anak kecil. Dikasih permen dulu baru mau mandi" (ibaratnya seperti itu) terus ada yang seperti ini, "yaolo, mending benerin deh sekolah yang di tivi suka diliatin bobrok sama bolong-bolong dan tidak layak pakai". Lalu dengan pintarnya saya berpikir seperti ini,

"Bagaimana kalau program kuliah kerja nyata yang dilaksanakan beberapa perguruan tinggi dalam rangka bakti diri kepada masyarakat yang belum tersentuhkan oleh pembangunan dikerjakan saja oleh para triluiners itu?"

Begini, dulu karena semangat untuk berbagi ilmu bersama masyarakat saya dan teman-teman jauh-jauh melaksanakan KKN di Lombok dengan budget minim ( Nggak usah ditanya deh perjalanannya seperti apa, yang jelas, dari Jogja sampai Lombok kami cuma menghabiskan Rp 138.000 untuk biaya transportasi). Di sana kami nyata-nyata melihat bahwa pemerataan pendidikan itu cuma angan-angan. Bayangkan saja, kemampuan bahasa Inggris siswa kelas 6 SD bahkan tak lebih baik daripada anak kelas 3 SD yang bersekolah di "kota". Satu kecamatan saja bisa salah melafalkan three. Mereka menyebutnya dengan sri, ya, S R I. Fasilitas sekolah? Nggak usah ditanya deh, dinding nggak bolong aja syukur! Tempat belajar mereka seperti bekas kandang sapi. Tapi apa? Semangat belajar mereka bersama kami sangat tinggi. Lafal sri perlahan-lahan mulai berubah menjadi tri. Jadi, sungguh, tak ada korelasi antara kondisi tempat belajar dengan kualitas pendidikan seorang individu. Intinya itu niat, ya niat yang mengajar, ya niat yang diajar. Percaya deh!

Lalu ada hal lain lagi yang berputar-putar di benak saya, "Ini kok dari kemaren, meteoroit jatoh terus di wilayah Indonesia?" Saya takut jangan-jangan penampakan UFO selama ini benar adanya, jangan-jangan alien benar-benar akan melakukan invansi di bumi? *mulai menghayal* Tidak sih, saya percaya kalau peristiwa ini terjadi dengan alasan ilmiah. Ya lapisan di atas langit kita ini sudah renta, sudah rapuh, mungkin sudah malas menaungi kita-kita (atau saya deh)  yang seenak jidat merusak mereka. Rasa-rasanya udara panas yang terjadi beberapa hari ini menjadi tamparan keras buat kita supaya lebih peduli kepada lingkungan. Kalau di daerah asal saya ada semboyan "baliak ka surau", mungkin saya juga bisa merevisinya dengan "baliak ka alam". Mulai saat ini saya harus bertanggung jawab dalam memakai barang-barang elektronik. Sekarang saya memulai dengan tidak mematikan tv menggunakan remote. Soalnya saya pernah baca di salah satu buku, ternyata dalam keadaan seperti itu, tv juga menggunakan listrik sekitar 3 hingga 5 watt. Matiin lampu kamar kalau keluar rumah. Ya, hal-hal sederhana seperti itulah.

Well, maaf kalau tulisan kali ini tidak berfaedah. Hanya ingin bercerita saja kok, :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun