Menurut WHO kesehatan mental adalah suatu keadaan atau status pada individu yang sehat dan sejahtera mental dan batinnya, mampu bekerja secara produktif, mampu menghadapi tekanan hidup, dan mampu menjalankan aktivitas sehari-hari dengan normal. Menurut Centers of Disease Control and Prevention (CDC), kesehatan mental mencakup kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial individu dalam menjalani aktivitas. Jika seseorang tidak memiliki kesehatan mental yang baik, orang tersebut cenderung sulit menghadapi stres, emosi, dan masalah, serta akan sulit dalam berpikir, bertindak, merasa, dan membuat keputusan hidup. Pada sebagian besar kasus, orang-orang tersebut akan sulit berbaur dan bersosialisasi sehingga cenderung menutup diri dari lingkungan sekitar.Â
Saat seorang menjadi pelajar dan menduduki bangku perkuliahan, orang tersebut akan memiliki kesibukan yang lebih ekstrim daripada tingkatan pendidikan sebelumnya yaitu sekolah menengah atas. Tugas-tugas yang lebih banyak serta kesulitannya yang semakin meningkat, kegiatan dan tugas ospek yang tetap berjalan berdampingan dengan jadwal perkuliahan, kegiatan-kegiatan UKM dan ormawa yang wajib diikuti setiap mahasiswa baru, dan jadwal-jadwal lain di luar kampus mewajibkan seorang untuk mampu beradaptasi dan belajar mengatur waktu dengan baik. Kesibukan-kesibukan tersebut tidak jarang membuat mahasiswa merasa stres dan burn out. Menjadi mahasiswa sama dengan menjadi anak remaja. Masa remaja adalah masa-masa peralihan manusia dari anak-anak menjadi orang dewasa. Masa-masa tersebut juga masa bagi para remaja untuk mencari jati dirinya dan mengalami berbagai perubahan psikis maupun fisik. Perkembangan anak remaja berhubungan dengan interaksi antara faktor-faktor sosial, biologis, lingkungan, dan genetik. Keterkaitan antara rasa stres yang didapatkan dari dunia perkuliahan dan menjadi anak remaja yang masih mencari jati diri serta menghadapi masa-masa transisi dapat membuat seorang tidak nyaman dengan lingkungannya.Â
Kesehatan mental dapat dipelihara apabila kita mengenal diri sendiri dengan baik. Cara untuk melakukannya adalah dengan memperluas pengetahuan mengenai literasi kesehatan mental. Literasi kesehatan mental dapat diartikan sebagai pengetahuan, keyakinan dan kesadaran mengenai gangguan-gangguan mental sehingga dapat membantu dalam melakukan rekognisi, pencegahan, dan manajemen. Menurut Grace dkk (2020), terdapat empat hal yang dilakukan untuk memperluas literasi kesehatan mental. Hal yang pertama adalah program pelatihan bagi individu, pengajaran dan edukasi di sekolah-sekolah, kampanye komunitas secara keseluruhan, dan kampanye komunitas yang dikhususkan bagi anak muda. Kesehatan mental juga dapat diciptakan saat seorang dikelilingi lingkungan sekitar yang positif.
Lingkungan positif dapat dirasakan melalui keluarga dan pertemanan yang suportif dan positif. Hal yang paling penting tentu dengan mengenali kemampuan diri sendiri. Saat kita diberikan tugas menumpuk yang disertai jadwal kuliah dan kegiatan ukm atau ormawa yang menumpuk, kita harus belajar untuk mengatur waktu dan membuat jadwal / to do list untuk membantu kita memprioritaskan hal yang harus dilakukan. Seperti tugas yang sifatnya penting dan mendesak, tugas yang sifatnya penting namun tidak mendesak, tugas yang tidak penting namun mendesak, dan tugas yang tidak penting dan tidak mendesak. Selain itu, kita harus belajar untuk mengenali batasan diri kita. Saat kita merasa sudah tidak mampu untuk mengerjakan tugas, maka tidak apa untuk berhenti dan rehat sejenak. Kita dapat melakukan peregangan, keluar untuk jalan-jalan kecil, bertemu dengan teman, atau bahkan menonton tv.Â
Maka dari itu, sebagai mahasiswa yang menjadi agen perubahan bagi sekitarnya, penting untuk memiliki kesadaran akan pengetahuan kesehatan mental serta cara memeliharanya. Â
Mischa Abigail Semare / 191231172 / PDB 79
Referensi :
Estherita, E., & Novianty, A. (2021). Positive Mental Health Literacy in Adolescent and Young Adult. ANALITIKA, 13(2). https://doi.org/10.31289/analitika.v13i2.5053Â
Wibowo, A. T., & Rinaldi, M. R. (2021). Psychoeducation: Mental and Physical Health for Adolescent. Jurnal Pengabdian Olahraga Masyarakat (JPOM), 2(2). https://doi.org/10.26877/jpom.v2i2.10201
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H