Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

'Agama' Baru Berjudul Hak Asasi Manusia

27 November 2012   17:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:35 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalo ada aturan yg membatasi cara berpakaian perempuan yg seronok, dibilang melanggar HAM. Kalo seseorang atau perusahaan melarang orang untuk berpakaian tertutup disebut apa? Nggak ada yang boleh mengaitkan dengan HAM, itu adalah policy perusahaan. Padahal cara berpakaian semestinya tidak menghalangi kinerja mereka bekerja. Kecuali jika bekerja sebagai stripteaser.

Lucu ya, sikap double standard para penganut 'agama' HAM. Nilai-nilai yg bertentangan dengan fitrah manusia sepertinya berlomba-lomba dijejalkan ke kepala setiap manusia dengan harapan semua org bersikap sama. Jika ada orang yg menolak pornografi, malah dimusuhi, dianggap munafik atau kamseupayy. Sementara mereka menolak hal-hal yg berbau agamis dengan penghinaan yg kasar.

Kenapa sih tidak bisa menerima bahwa tidak semua orang pengen berjalan jalan di mall setengah telanjang, bahwa masih ada sebagian orang lain lagi yg memilih menutupi tubuh mereka karena mereka menghormati diri mereka sebagai hasil penciptaan terbaik Tuhan mereka. Dimana letak fairness yg biasanya menjadi propaganda kaum penganut HAM.

Dekadensi moral secara global terjadi sekitar 20 thn terakhir ini dan semakin menggila beberapa tahun belakangan. Jika dulu pengertian HAM adalah bertoleransi kepada minoritas tanpa si mayoritas perlu (atau boleh) berambisi mati2an mengubah kelompok minoritas tadi (namanya juga hak asasi manusia kan). Justru sekarang yg namanya HAM berarti menjadikan minoritas sebagai patokan dari semua ukuran. Kelakuannya malah lebih memuakkan lagi, mereka sudah me-nuhan-kan HAM. Lebih konyol lagi, mereka bisa mengeluarkan aturan main yang bisa berbeda-beda tiap detiknya, namun tujuannya hanya satu, yaitu segala yang berbeda dengan keinginan, kesukaan, orientasi dan tujuan mereka, harus dicap melanggar HAM. Tentunya semua itu diback-up penuh oleh corong media yang juga punya tuhan yang sama, yaitu kebebasan pers, adik kandungnya HAM.

Yaah kan tidak semua orang mendapat hidayah, benar sekali. Namun setidaknya, berikanlah penghormatan bagi mereka yg masih memiliki keyakinan bahwa hidup ini suatu hari akan dipertanggungjawabkan. Jika para penggemar berat HAM meyakini pegangan hidup mrk sudah benar, kenapa mesti repot2 memaksa orang lain utk bersikap sama, cari temankah?

Jadi, mengapa tidak bisa bersikap lebih adil? Kalau tidak mau diajak lebih baik, setidaknya tidak perlu memaksa orang lain menjadi sama atau lebih buruk lagi.

Maaf ya kalau ada penganut aliran HAM yg merasa tersinggung. Saya juga sedang mengambil hak saya utk mengeluarkan pendapat. HAM juga kan...;)

Nela Dusan

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun