Mohon tunggu...
Neiy Foenale
Neiy Foenale Mohon Tunggu... karyawan swasta -

just wanna care how to pleasant my God and my people around

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Secuil Potret Lembaga Pendidikan Negeriku Kini - Memilukan

28 April 2014   18:15 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:06 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

MEROSOT

Itu lah gambaran kualitas pendidikan di Indonesia sekarang ini. sangat berbeda jauh ketika dosen-dosen berumur menceritrakan kondisi pendidikan di masanya dahulu, dimana dahulu katanya, banyak sekali mahasiswa-mahasiswa seperjuangannya yang berasal dari negeri tetangga. Hal ini menjadi kebanggaan, dimana pendidikan di negeri ini dipercaya oleh warga asing saat itu.

Tapi kini?

Hal sebaliknya terjadi. Dimana banyak sekali anak-anak Indonesia berlomba untuk menempa pendidikan di negeri orang. Tentu pertimbangan kualitas pendidikan di sana lebih baik dari yang ada dalam negeri menjadi pendorongnya.

Perbedaan kualitas ini juga sangat saya rasakan saat duduk di bangku kuliah dulu, dimana ada rentang perbedaan pola pengajaran dosen yang berumur dengan dosen-dosen muda.

Rata-rata, dosen yang sudah berumur ini sangat disiplin, dan menghargai waktu sekali. Salah satu dosen ku dulu yang sangat ku kagumi adalah dosen statistik (dosen yang secara umur sudah semestinya pensiun, namun tetap diminta pihak kampus mendidik, karena kemampuannya). Di umurnya, yang jika ku taksir sudah di atas 70-an itu, akan sangat dimaklumi jika beliau datang terlambat di jam pelajarannya, namun hal itu tidak pernah terjadi selama satu semester jadwal pertemuan kami. Masuk pukul 08.00 Wib, beliau selalu hadir sebelum pukul delapan, malah mahasiswanya yang kebanyakan terlambat. Saat beliau sudah mulai menyampaikan materi, lalu ada mahasiswa yang terlambat, permisi mau mau masuk ke ruangan, beliau menyindir mahasiswa yang terlambat itu dengan sebutan "pendosa". Baginya, mereka yang terlambat sudah berdosa, karena keterlambatannya mengganggu aktivitasnya mengajar, dan tentunya menganggu konsentrasinya menyampaikan materi dan konsentrasi mahasiswa lainnya. Unik sekali beliau ini memang. Sedangkan, yang dilakukan dosen lain juniorannya adalah tidak jauh dengan yang dilakukan banyak mahasiswa (terlambat).

Pola pengajarannya juga berbeda. Dosen-dosen yang berumur, memang belum terlalu akrab dengan metode penyampaian materi yang menggunakan proyektor, atau infokus. Manual saja, tapi itu tidak mengurangi daya tampung otak saya untuk menyerap apa yang beliau sampaikan. Entah mengapa, penyampaian mereka terasa lebih mengena di otak saya dibanding dosen mudah yang sepertinya bangga sekali menyampaikan materi dengan menggunakan proyektor. Padahal, kebanyakan yang mereka lakukan adalah membaca apa yang muncul di layar.

Nilai plus dosen tua ini lainnya adalah, kebanyakan mereka tidak menjadikan pendidikan menjadi sumber mereka meraup kekayaan. Singkat kata masih bermoral tinggi.

Dalam artian seperti ini: Di kampus saya dulu, sudah menjadi perjuangan yang lama dan pelik yang sampai saat ini saya yakin masih dalam proses diperjuangkan oleh satu kumpulan mahasiswa adalah penentangan terhadap dosen-dosen yang senang melakukan pungli kepada mahasiswa. Menjadi hal yang umum di kampusku dulu, dimana saat mau meja hijau misalnya, (entah dimulai dari kapan dan entah apa alasannya) ada kegiatan rutin yang dilakukan mahasiswa-mahasiswinya yaitu menyediakan makanan bahkan ditambah amplop untuk dosen-dosen penguji. Padahal, sudah menjadi tugas mereka menguji mahasiswa-mahasiswi yang mau menyelesaikan tugasnya, dan mereka juga sudah menerima royalti resmi untuk melakukan tugasnya itu. Tapi yang terjadi, pungli-pungli yang memberatkan itu, sering kali menjadi sandungan mahasiswa yang ingin menyelesaikan kewajiban belajarnya itu. Belum lagi persoalan buku panduan materi belajar (diktat) yang kebanyakan diperjualbelikan oleh dosen2 dengan harga yang tinggi (dikatakan tinggi, karena mahasiswa bisa mendapatkannya lebih murah jika mencari sendiri di tempat loak atau di perpustakaan).

Kegiatan yang tidak benar itu seolah sudah menjadi hal yang biasa saja. Sehingga saat ada kumpulan mahasiswa yang menolak aksi tidak benar itu, menjadi hal yang sangat sulit sekali untuk dirubah menjadi tidak dibiasakan.Dan mahasiswa-mahasiswi yang berjuang ini, sering sekali mendapatkan sanksi yaitu diperlamanya proses berkas dan lain sebagainya. Sanksi yang mesti diterima saat melakukan hal yang benar. Konyol.

Itu saja sudah menjadi hal yang tidak baik berkembang di dunia pendidikan kita. Sudah sepantasnya untuk dibasmi karena mencoreng esensi pendidikan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun