Dalam menjaga suatu kondisi perekonomian, diperlukan sinergi yang kuat antara Pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia dengan adanya langkah-langkah kebijakan moneter dan fiskal yang lebih agresif untuk menjaga stabilitas perekonomian. yang pernah terjadi.Â
Kebijakan moneter difokuskan pada upaya menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dan mengendalikan inflasi. Untuk meningkatkan likuiditas di pasar, Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan dan memperluas fasilitas pinjaman.
Di sisi lain, kebijakan fiskal berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi domestik melalui peningkatan pengeluaran pemerintah. Dalam proses pemulihan ekonomi pasca-krisis, sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal menjadi kunci keberhasilan. Kedua kebijakan ini harus saling mendukung untuk meminimalkan dampak negatif dari krisis.
Kebijakan moneter yang bersifat akomodatif membantu menstabilkan pasar keuangan, sementara kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif berperan dalam meningkatkan permintaan agregat nasional. Dalam situasi krisis, koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter sangat diperlukan untuk menghasilkan dampak yang maksimal dan memulihkan perekonomian secara optimal.
Krisis keuangan global tahun 2008/2009, mendorong bank sentral untuk harus menstabilkan sistem keuangan dan menyelamatkan perekonomian. Kebijakan yang hanya berfokus pada penerapan ITF dipandang tidak lagi relevan karena penerapan ITF secara ketat berfokus pada mandat kebijakan moneter untuk menjaga inflasi, yang tidak cukup untuk menjaga stabilitas sistem perekonomian secara keseluruhan.Â
Maka dari itu, penerapan flexible ITF dalam hal ini diperlukan. Flexible ITF dapat diterapkan secara fleksibel memungkinkan integrasi kerangka stabilitas moneter dan sistem keuangan melalui penerapan instrumen bauran kebijakan moneter, makroprudensial, nilai tukar, aliran modal, dan penguatan kelembagaan untuk mengoptimalkan peran koordinasi dan komunikasi kebijakan.
Di sisi lain, dalam menghadapi krisis keuangan global, dalam teori Keynes menyatakan bahwa kebijakan fiskal dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak.Â
Pada krisis tahun 2008/2009, ketika defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) meningkat, pemerintah mengambil berbagai langkah untuk tetap memberikan stimulus demi mendukung perekonomian. Stimulus ini diarahkan untuk membiayai konsumsi dan investasi, baik di tingkat pusat maupun daerah.Â
Pemerintah pusat mengambil langkah strategis dengan meningkatkan gaji pokok Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk mendorong daya beli masyarakat, menjadikan beban pembayaran pensiun sepenuhnya ditanggung oleh APBN untuk memberikan kepastian bagi para pensiunan, serta meningkatkan belanja modal untuk mendanai proyek infrastruktur dan investasi jangka panjang.Â
Selain itu, sebagian alokasi stimulus difokuskan pada pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20% dari total belanja negara sesuai amanat undang-undang, serta mendukung pendanaan pelaksanaan Pemilu 2009.
Untuk memberikan stimulus tidak langsung, pemerintah menerapkan berbagai kebijakan di bidang perpajakan dan transfer pembayaran. Dalam kebijakan perpajakan, pemerintah menurunkan tarif pajak dan memberikan insentif bagi sektor-sektor tertentu serta jenis barang tertentu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.