Suku bunga merupakan indikator utama kebijakan moneter yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi dan juga inflasi, keputusan bank sentral terwujud melalui mekanisme transmisi moneter. Mekanisme transmisi moneter adalah saluran yang digunakan bank indonesia sebagai bank sentral yang menghubungkan antara kebijakan moneter dengan perekonomian indonesia, prosesnya dengan mempengaruhi harga dan sektor riil. Dalam pelaksanaannya bank indonesia memiliki kerangka kebijakan moneter yakni implementasi kebijakan moneter dan strategi kebijakan moneter. Implementasi kebijakan moneter meliputi penentuan kombinasi instrumen moneter, target operasional, dan pelaksanaan operasi pengendalian moneter di pasar uang. Sedangkan strategi kebijakan moneter berfokus pada pencapaian akhir kebijakan moneter (exchange rate targeting, monetary targeting, inflation targeting, implicit but not explicit anchor). Inflasi yang meningkat akan mempengaruhi kebijakan moneter, karena ketika inflasi meningkat, bank sentral akan merespon dengan lebih mengetatkan kebijakan moneter, seperti menaikkan suku bunga acuan (BI Rate). Inflasi yang meningkat akan mempengaruhi kebijakan moneter, karena ketika inflasi meningkat, bank sentral akan merespon dengan lebih mengetatkan kebijakan moneter, seperti menaikkan suku bunga acuan (BI Rate).
Bank Indonesia telah mengembangkan model model ekonomi struktural untuk menganalisis dan memproyeksi tren ekonomi dan inflasi di masa mendatang. Salah satu model ekonomi makro struktural berskala besar yang di kembangkan adalah MODBI yang terdiri dari lima sektor yaitu permintaan dan penawaran agregat (PDB), Harga, Moneter, Fiskal, dan Eksternal. Selain itu, Bank Indonesia mulai mengembangkan dan memperkuat beberapa model ekonomi makro untuk analisis dalam jangka pendek. Model yang pertama di kembangkan adalah SSM (Short-Run Structural Model). Model ini terdiri dari tujuh persamaan, yaitu short-term Phillips curve (kurva Phillips jangka pendek), permintaan agregat, output gap (kesenjangan output), fungsi permintaan uang, inflasi pada barang-barang yang diperdagangkan (traded inflation), nilai tukar, dan Taylor rule (aturan Taylor) untuk menentukan target operasional.
Taylor rule merupakan aturan kebijakan moneter sederhana yang menentukan bagaimana seharusnya bank sentral menyesuaikan instrumen kebijakan suku bunganya secara sistematis sebagai respons terhadap perkembangan inflasi dan aktivitas makroekonomi. model aturan Taylor menetapkan bahwa bank sentral menyesuaikan suku bunga nominal jangka pendek sebagai respons terhadap perubahan inflasi dan kesenjangan output.
Penggunaan model taylor rule secara tidak langsung digunakan di Indonesia sebagai bagian dari strategi kebijakan moneter yang diterapkan Bank Indonesia. Setelah mengadopsi Inflation Targeting Framework (ITF) pada tahun 2005, BI menetapkan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter. SSM (Short-Run Structural Model) dan SOFIE adalah model yang di kembangkan BI menggunakan aturan taylor rule sebagai salah satu mekanisme untuk menentukan target operasional kebijakan moneter yaitu suku bunga. Dengan demikian, ITF memberikan kerangka kerja bagi BI untuk menerapkan aturan kebijakan yang sejalan dengan prinsip Taylor Rule. Taylor rule pada dasarnya merupakan fungsi reaksi otoritas moneter yang yang merekomendasikan tingkat suku bunga acuan bank sentral yang mengatur fed funds rate dan sinyal kebijakan, serta kredibilitas kebijakan bank sentral yang semakin meningkat.
Setelah krisis Asia tahun 1997-1998, tingginya volatilitas inflasi di Indonesia mendorong Bank Indonesia untuk menerapkan kerangka Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai dasar kebijakan moneter. Dalam kerangka ini, prinsip Taylor Rule digunakan secara implisit untuk menyesuaikan suku bunga acuan berdasarkan selisih antara inflasi aktual dan inflasi target, serta berdasarkan output gap. Seiring waktu, kerangka ITF ini diperkuat melalui pengembangan berbagai model seperti MODBI, SSM, SOFIE, dan GEMBI untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter.
Pada tahun 2021, tingkat inflasi Indonesia meningkat sebesar 1,78%. Meski demikian, inflasi ini masih berada di bawah target Bank Indonesia, yaitu 3% 1%. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh gangguan pada rantai pasokan global dan lonjakan harga komoditas. Di sisi lain, output gap Indonesia tercatat mendekati -1,5%, menunjukkan bahwa perekonomian masih beroperasi di bawah kapasitas optimalnya.
Sebagai langkah responsif, Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan menjadi 3,5%. Langkah ini bertujuan untuk mempercepat pemulihan ekonomi melalui pelonggaran kebijakan kredit, peningkatan investasi, dan dorongan terhadap konsumsi. Kebijakan tersebut mencerminkan penerapan prinsip Taylor Rule, yang menyarankan penurunan suku bunga saat inflasi berada di bawah target atau ketika terdapat output gap negatif, sehingga ekonomi dapat bergerak mendekati kapasitas potensialnya.
Inflasi di Indonesia menunjukkan pola fluktuasi sejak tahun 2001 hingga 2023. Selama periode 2005-2023, Bank Indonesia secara konsisten menerapkan kebijakan suku bunga yang sejalan dengan prinsip Taylor Rule, yaitu menaikkan suku bunga ketika inflasi tinggi dan menurunkannya saat inflasi lebih rendah. Secara keseluruhan, kebijakan moneter yang diadopsi oleh Bank Indonesia telah berhasil mencerminkan prinsip tersebut, menghasilkan dampak positif terhadap stabilitas inflasi, terutama setelah tahun 2016, ketika inflasi menjadi lebih rendah dan stabil.
Stabilitas inflasi ini juga tercermin dalam pertumbuhan GDP deflator, yang sejak 2016 menunjukkan tren stabil di kisaran 3-4%, sejalan dengan inflasi yang lebih terkendali. Hal ini mencerminkan efektivitas Bank Indonesia dalam menyesuaikan suku bunga acuannya berdasarkan tingkat inflasi dan output gap, sesuai dengan prinsip Taylor Rule. Kebijakan moneter berbasis prinsip ini berkontribusi pada pengendalian inflasi, menjaga daya beli masyarakat, serta menciptakan kondisi ekonomi yang lebih stabil, yang pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Stabilitas inflasi pasca-2016 menjadi bukti keberhasilan kebijakan moneter Bank Indonesia dalam merespons dinamika ekonomi secara tepat melalui penyesuaian suku bunga. Langkah ini tidak hanya membantu mengurangi volatilitas inflasi tetapi juga mengurangi risiko makroekonomi yang berlebihan, mendukung kestabilan ekonomi nasional.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H