Mohon tunggu...
nehya munjiba
nehya munjiba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobby: baca novel, komik, buku cerita

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gerakan Pembaruan dalam Islam

25 Desember 2022   16:30 Diperbarui: 25 Desember 2022   16:50 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seiring dengan perkembangan zaman, banyak paham-paham dan adat istiadat yang
berbeda serta permasalahan-permasalahan yang tidak ada pada zaman rasulullah. Sehingga
untuk mengatasi hal tersebut ada sebuah pembaruan yang biasa disebut Tajdid. maksud dari
pembaruan ini bukanlah untuk merubah, mengurangi ataupun menambahi teks pada Al-Qur’an
dan Hadits, tetapi untuk menyesuaikan antara zaman dahulu dengan sekarang yang mengalami
kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta banyak kemajuan lainnya. Pembaruan
Al-Qur’an hanyalah dalam kategori dhanni ad-dalalah, dan yang diperbarui bukanlah ayatayatnya, tetapi penafsiran para ulama’ pada ajaran Islam yang terdapat pada ayat-ayat AlQur’an tersebut. sehingga dapat diterima untuk mengatasi permasalahan-permsalahan pada
zaman sekarang.
Tajdid secara Bahasa artinya baru. Sedangkan secara istilah adalah suatu proses atau
usaha yang dilakukan manusia untuk membuat suatu perubahan dari keadaan sebelumnya.
Perubahan ini terletak pada sifatnya, dan perubahan ini berjalan ke arah yang lebih baik secara
progresif(maju), bukan mundur. Dan tetap merujuk dalam Al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan
menurut ulama’ salaf, tajdid adalah mengembalikan agama yang sudah berubah kepada
keadaan sebelumnya, karena seiring dengan perkembangan zaman, banyak paham-paham
pemikiran yang berubah dan harus dikembalikan pada paham zaman Rasulullah dengan
mempertimbangkan keadaan zaman sekarang.
Disamping kata Tajdid atau pembaruan dalam Islam, dikenal pula kata Ishlah yang
berarti pembaruan dalam hal perbaikan atau pemuurnian makna. Dikalangan pemikir Islam
terjadi perbedaan dalam mengartikan istilah tajdid dan ishlah secara konsepstual dalam
pembaruan Islam. Tapi ada juga sebagian lain yang memaknai arti perbaikan-pemurnian
(ishlah) sebagai bagian dari pembaruan Islam. yaitu, Tajdid adalah upaya pembaruan untuk
memperbaiki kemurnian Islam yang telah berkurang seiring dengan perkembangan zaman, dan
Kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Karena kebenaran Al-Qur’an dan Hadits itu
shalih likulli zaman wa makan (benar dalam setiap waktu dan tempat).
Perbedaan pemaknaan Tajdid dan ishlah dapat dilihat dalam penjelasan Harun Nasution
yaitu bahwa pembaruan (tajdid) adalah sesuatu yang lama yang harus diperbarui, jadi lebih
banyak penafsiran baru dari Al-Qur’an dan Hadits yang tidak ada pada zaman dahulu.
Sedangkan ishlah adalah perbaikan atau pemurnian sesuatu yang dianggap menyimpang dari
yang asli. Atau bisa diartikan mengembalikan penafsiran keadaan sebelumnya.
Kedudukan pembaruan dalam Islam itu tetap Kembali kepada Al-Qur’an. Al-Qur’an
adalah sumber utama ajaraan Islam selain hadits dan ijtihad. Prinsip-prinsip modernisasi
terdapat pada QS. Al-Hasyr ayat 18:

Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); danb ertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Jadi untuk melakukan pembaruan, pertama harus merubah diri sendiri terlebih
dahulu,seperti yang awalnya tdak beragama menjadi beragama, dan yang tidak bertakwa
menjadi bertakwa. Semua perubahan adalah menuju ke arah yang lebih baik, bukan ke arah
sebaliknya. Seperti dalam firman Allah yang lain dalam QS. Ar-Ra’d ayat 11:
Yang artinya: “sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.”
Hal ini menjadi landasan bagi manusia untuk mengembangkan potensi yang ada pada
dirinya menjadi lebih baik lagi. Sebagai bentuk rasa syukur karena Allah telah memberikan
kebaikan pada diri kita. Seperti kebaikan dalam bentuk penglihatan, pendengaran, dan hati.
Karena itu, pembaruan menjadi suatu keharusan bagi manusia.
Menurut Hossein Nasr, pembaruan dalam Islam digolongkan menjadi tiga model atau
Tipologi utama, yaitu fundamentalisme, modernisme, dan tradisionalisme. Yang pertama
tipologi fundamentalisme, Istilah fundamentalisme sendiri bukan asli dari Islam tetapi
mengambil dari istilah orang Barat yang menggambarkan keagamaan masyarakat Barat, yang
kemudian diadopsi oleh para pemikir Islam untuk menggambarkan semangat yang sama
dengan fundamentalisme di Barat yakni Kembali kepada hal-hal yang fundamental atau
mendasar (agama), yang didasarkan pada jargon ulama’ salaf ar-ruju’ ila Al-Qur’an wa AsSunnah (Kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah). Ciri khusus yang melekat pada
fundamentalisme Islam adalah pertama, bersifat Regresif dengan romantisme kepada Islam.
Kedua, Gerakan dakwahnya lebih difokuskan pada pemurnian dari bid’ah, dan khurafat.
Ketiga, menggunakan pendekatan tekstual-leteral.
Tipologi yang kedua adalah modernisme, menurut Fazlur Rahman modernisme adalah
usaha yang dilakukan untuk mengembangkan harmonisasi antara agama dan pengaruh
modernisasi dan westernisasi yang sedang terjadi dalam Islam. Usaha tersebut berdasarkan
pada semangat perkembangan zaman. Dalam modernisme lebih mengarah pada perkembangan
budaya barat (westernisasi) sehingga beberapa pemikir Islam berbeda pendapat anatara tajdid
dan modernisme. Sehingga kaum modernisme melakukan penelitian anatara prinsip-prinsip
antara moral Islam dan Barat dengan sains dan teknologi untuk menghindari hal-hal negatif.
Ciri dari modernisme adalah sikap apologetik yang ingin menunjukkan keunggulan Islam
kepada peradaban di Barat. Dan menurut Fazlur Rahman modernisme lebih merujuk kepada
keharusan ijtihad atas muamalah dan penolakan jumud serta taqlid.
Kemudian yang ketiga adalah tradisionalisme, yang subjeknya selalu merespond
penetrasi budaya barat dengan tetap berpegang teguh pada tradisi Islam. Jadi tradisi
pengamalan islam kaum tradisionalisme adalah merujuk pada generasi salaf, sahabat, tabi’in,
tabi’ut tabi’in seperti halnya kaum fundamentalisme yang telah dipaparkan sebelumnya.
Kesimpulannya pembaruan bukanlah hal yang harus diajuhi dan disebut bid’ah atau
tidak ada pada zaman Rasulullah. Memang benar kadang pembaruan itu hal-hal yang tidak ada
pada zaman dahulu, tapi semua itu sudah melewati suatu ijtihad yang dilakukan oleh para
ulama’. Dalam Islam yang tidak dibenarkan adalah westernisasi yaitu selalu berpedoman pada budaya Barat, apalagi kalau mengikuti tanpa adanya Taqlid (mengikuti tanpa mengecek

kebenarannya lebih dahulu). Jadi segala pembaruan ataupun tajdid itu diharuskan untuk selalu

merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun