Artificial Intelligence. AI dikembangkan  sejak tahun 1950-an, ketika John McCarthu, Marvin Minsky, dan para ilmuwan lainnya di Massachuassets Institute of Technology (MIT) membentuk kelompok penelitian untuk mempelajari tentang kecerdasan buatan. Pengembangannya tidak berhenti di situ saja hingga di tahun 1997  sebuah program komputer Bernama Deep Blue buatan IBM berhasil mengalahkan juara catur, Garry Kasparov. Hal itu menunjukkan bahwa AI semakin cerdas dan hasil dari kecerdasan AI bisa kita nikmati sampai sekarang, seperti Chatgpt, Gemini, Perplexity, dll. Tak bisa dipungkiri lagi AI tersebut sangat membantu kita terutama yang sedang dalam dunia akademik seperti siswa ataupun mahasiswa.
Zaman semakin berkembang, kecerdasan manusia berkembang, dan teknologi semakin berkembang. Lahirlah teknologi yang dibuat sedemikian rupa menjadi kecerdasan yang mirip dengan manusia atau yang kita kenal denganCara kerjanya yang praktis dan mudah sekali membuat banyak orang menggunakannya. Dengan hanya meminta untuk mencari, membuat, dan menjawab apapun yang kita tanyakan, AI langsung bisa menjawabnya. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa kemudahan ini membantu banyak sekali orang terutama bagi para siswa bahkan mahasiswa. Ada sebuah riset yang dilakukan oleh Tirto bersama Jakpat yang menunjukkan bahwa dari 1.501 responden pelajar berusia 15-21 tahun, di tingkat SMA dan mahasiswa, sebanyak 86,21 persen mengaku menggunakan bantuan AI, setidaknya sekali dalam sebulan, untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Dari survei tersebut menunjukkan bahwa AI sudah marak di golongan akademis. Dari riset yang masih dilakukan oleh Tirto menunjukkan bahwa dari 1.294 orang, 51 persennya mengaku menggunakan AI untuk mengerjakan lebih dari 50% tugasnya dan hampir seluruhnya atau 90% tugasnya dikerjakan oleh AI dilakukan sekitar 9% dari total orang yang disurvei.Â
Tidak ada salahnya menggunakan AI dalam mengerjakan tugas tetapi akan menjadi ketergantungan bagi kita jika menggunakan AI itu sampai 90% atau bahkan 100%. AI hadir untuk menjadi penolong tetapi kita sebagai manusia tidak boleh menurunkan fungsi pemikiran kritis kita dalam berfikir, AI akan menjadi "sahabat contekan" jika kita terlalu bergantung dan itu berbahaya. Ketergantungan itu membuat diri kita menjadi malas dan tidak mau berfikir. Maka gunakan AI sebagai "sabahat berdiskusi" yang mana kita harus bertanya dengan kritis kepada AI karena mengingat tidak semua informasi yang diberikan oleh AI adalah informasi yang valid. Tidak hanya bertanya kritis tetapi bagaimana cara kita menggunakan AI juga akan menentukan AI itu bekerja sebagai "sahabat diskusi" kita.
Kesimpulannya adalah jangan jadikan AI sebagai "sahabat contekan" bagi kita karena sama saja pekerjaan yang dilakukan AI secara berlebihan menunjukkan bahwa itu bukan pekerjaan orisinil kita. Namun, gunakan AI ini sebagai "sabat diskusi" bagi kita, mengembangkan dan mengkritisi kembali jawaban-jawaban AI merupakan upaya bagi kita untuk terus mengasah kita agar kritis dan tidak tunduk pada teknologi yang telah dibuat oleh kita sendiri.
Sumber pustaka :Â
https://tirto.id/penggunaan-ai-di-dunia-pendidikan-makin-marak-dan-merata-gZax
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H