Wajarkah suatu negara memperjuangkan keberadaannya? Negara yang perjuangkan eksistensinya dari upaya-upaya pihak tertentu yang ingin melengserkannya? Secara logika, tentu kita semua akan menjawab 'wajar'. Bahkan mungkin saja banyak dari penduduk negara itu turut berjuang mempertahankan keberlangsungan negara yang mereka cintai. Oleh karena itu, banyak negara yang melarang paham utopian akan satu negara yang terkumpul dalam satu idealisme. Salah satunya adalah paham yang memperjuangkan khilafah. Paham yang inginkan adanya satu khilafah memimpin dunia Islam.
Organisasi yang memiliki paham pro khilafah itu bahkan dilarang di berbagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Negara-negara seperti Mesir, Yordania, Arab Saudi, Suriah, Libya, dan Turki telah melarangnya. Begitu juga dengan negara yang memiliki umat muslim yang banyak seperti Malaysia dan Indonesia.
Tapi kini, kelompok pro khilafah itu ingin bercokol kembali di Indonesia. Salah satunya lewat memberi dukungan terhadap kelompok oposisi pemerintah.
Hari Jumat, 15 Maret yang lalu, Said Aqil Siradj melakukan dialog dengan Najwa Shihab dalam acara Catatan Najwa. Acara tersebut mengangkat tiga tema. Yaitu 'NU di pusaran politik', 'Said Aqil soal kafir', dan 'Ramalan Gus Dur soal Ustaz dadakan'. Saat berdialog di tema 'Nu di pusaran politik', Ketua Umum PBNU tersebut menjelaskan bahwa NU memiliki komitmen dalam memperjuangkan Islam yang moderat. NU selalu menyuarakan gerakan anti-radikalisme, anti-ekstremisme, dan anti-terorisme. Akan tetapi, amat disayangkan bahwa keberadaan pendukung radikalisme itu banyak berada di kubu Prabowo-Sandi.
Pernyataan Kyai NU itu menuai protes. Tetapi, fakta telah berbicara. SAS (Said Aqil Siradj) Institut, sebuah lembaga nirlaba dan civil society yang menjadi wadah pengembangan Islam Nusantara, membenarkan pernyataan pimpinan NU itu. Direktur SAS Institut, M Imdadun Rahmat, menyatakan bahwa pernyataan Said Aqil Siradj adalah fenomena nyata berdasarkan fakta empiris dan akademis. Pasalnya, beberapa ormas Islam termasuk HTI yang telah pemerintah bubarkan, menganut pandangan dan faham radikal-ekstrim. Pendukung dari HTI tersebut lantas turut bergabung dengan aksi-aksi kelompok pro Paslon 02.
Partai pengusung Paslon 02 juga adalah mereka yang menolak keras pembubaran HTI. Seperti Gerindra, PAN, dan PKS yang dukung HTI mengajukan banding setelah organisasi tersebut menjadi terlarang oleh pemerintah.
Coba kita semua bayangkan, demi HTI yang miliki paham radikal-ekstrim mereka mengeyampingkan prinsip dan komitmen kebangsaan NKRI. Timbal baliknya adalah HTI yang beri dukungan pada Paslon oposisi.
Said Aqil Siradj justru prihatin dengan adanya kelompok terlarang seperti HTI yang beri dukungan pada Paslon 02. Tujuan mereka sudah sangat jelas, beri dukungan pada oposisi dengan harapan eksis kembali sebagai suatu organisasi. Organisasi yang memperjuangkan tegaknya khilafah di NKRI. Â
Sumber:
1. CNN Indonesia [Dialog Said Aqil dan Najwa soal Kelompok Radikal di Kubu 02]
2. NU [SAS Institut: Kiai Said Aqil Siroj Bicara Fakta]