Garuda Pancasila, lambang Republik Indonesia. Berbentuk Burung Garuda yang menoleh ke kanan. Bulu di badannya menyimbolkan tanggal kemerdekaan Indonesia.Â
Ia mengenakan perisai dengan simbol sila-sila yang ada di Pancasila. Garuda itu juga mencengkeram pita bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika -- Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Informasi ini tentunya sudah menjadi pengetahuan yang lumrah di masyrakat. Namun tak banyak yang tahu cikal bakal Garuda Pancasila. Tak banyak yang tahu bahwa Garuda Pancasila dirancang oleh bekas perwira Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL) yang juga seorang Sultan di Kesultanan Pontianak bernama Syarif Abdul Hamid Al-Qodrie atau lebih dikenal dengan nama Sultan Hamid II.
Nama Sultan Hamid II akhir-akhir ini menjadi viral di media sosial lewat pernyataan Mantan Kepala BIN AM Hendropriyono. Mertua KSAD Andika Perkasa itu menyebutkan bahwa Sang Sultan adalah pengkhianat bangsa. Ia mengatakan hal tersebut lantaran banyak pesan lewat WhatsApp dan medsos terkait pengusulan Sultan Hamid II sebagai Pahlawan Nasional.
Pernyataan Hendropriyono mendapatkan bantahan dari Ketua Yayasan Sultan Hamid II, Amsari Dimyati. Ia berpendapat bahwa Sultan Hamid II adalah seorang pejuang yang turut mengisi kemerdekaan RI. Banyak jasanya untuk memperjuangkan Republik ini. Salah satu wujudnya adalah dengan merancang lambang Burung Garuda Pancasila.
Sumber : Vivanews [Hendropriyono Klaim Sultan Hamid II Pengkhianat Bangsa Dibantah Keras]
Perdebatan tentunya membuat publik bertanya-tanya. Mengapa Mantan Kepala BIN dengan tegas mengatakan perancang lambang negara sebagai pengkhianat? Apakah hal itu pula yang menyebabkan Hamid Al-Qodrie jarang disebut namanya dalam sejarah? Marik kita telisik sekilas kisahnya.
Sebagai putra mahkota Kesultanan Pontianak, Hamid Al-Qodrie megenyam Pendidikan yang jauh berbeda dari kebanyakan Bumiputera. Di saat Bumiputera hanya dapat bersekolah di Hollandsche Inlandsche School (HIS), Hamid muda dapat mengenyam pendidikan sekolah dasar elit Europe Lager School (ELS) di Yogyakarta bersama anak-anak Belanda maupun anak-anak bangsawan Jawa.Â
Pendidikan elitnya kemudian berlanjut ke Hogare Burger School (HBS) di Malang. Usai Pendidikan di Malang, ia sempat menjadi mahasiswa di Techniek Hogeschool Bandung (ITB), namun hanya setahun sebelum akhirnya masuk ke Akademi Militer Breda. Setelah lulus, ia menjadi anggota KNIL dengan pangkat Letnan.
Dalam kepemimpinannya sebagai Sultan Pontianak ia beristrikan orang Belanda bernama Marie van Delden, putri dari seorang Kapten Belanda bernama van Delden. Hamid juga diberi pangkat titular Kolonel dari Kerajaan Belanda.Â