Mohon tunggu...
neena hadisiswanto
neena hadisiswanto Mohon Tunggu... wiraswasta -

perempuan biasa. menyukai perjalanan menembus batas. mengabadikannya dalam bingkaian tulisan, photo dan mengasahnya dengan membaca beberapa buku

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Purnama di Tengah Hujan

2 Desember 2010   03:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:06 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1291260323958022913

ah! sial! damn! kampvred!

kenapa malam tak lagi bersahabat denganku?!sudah berhari hari ini memunculkan rasa yang tak bisa terelakkan. saat lelah sudah mendera dan mata ingin memejam sesaat, ternyata malam tak berpihak kepadaku. harus terjaga hingga penghujung pagi. mampu terlelap saat mentari pagi hampir menyingsing.

ah!kampvred kamerad!

raga pun seolah ingin memberontak.jiwa seolah hanya mengikuti langkah kaki tanpa menyisakan sedikit ruang untuk bernafas. tak satupun hasrat untuk memenuhi asupan tubuh menyapaku.hanya mampu menghisap sebatang rokok dan menikmati purnama terakhir di kota ini. kota yang memberikan sejuta kenangan dalam perjalanan yang singkat.

hanya kopi yang mampu aku reguk. hanya rokok yang setia menemani hari hariku.seolah semuanya terasa melayang di udara. sesaat. aku merasakan kebahagiaan saat melihat anak anak kecil bermain di antara rinai hujan.mencoba membingkai keceriaan sesaat sebelum semuanya usai.

purnama masih sedikit malu terttutup awan seiring rintik hujan yang mulai mereda. dan perjalan mencoba melangkahkan kaki tuk menyusuri jalanan kota yang mulai lengang. meresapi udara malam dan menikmati kesenyapan malam di antara sorot lampu jalanan.

Tak ada kata yang terucap,hanya langkah langkah kaki yang gontai mengiringi perjalanan sang rembulan yang mungkin akan menjadi purnama terakhir yang pernah aku saksikan di kota ini atau bahkan akan menjadi awal dari beribu ribu purnama yang nanti akan kusaksikan kembali.

yang mencoba untuk meredam rasa galau yang mulai mendera.mencengkeram dan mulai menguasai langkah kaki.semoga semuanya akan berujung seperti awal saat kaki melangkah pergi. tanpa pernah mencoba mengurai jejak jejak yang ada. membiarkan semuanya bersemayam dalam satu sudut hati.

walaupun waktu bergulir cepat namun kaki terasa berat tuk melangkah. tempat ini. setiap sudut menyisakan kenangan yang tak mampu lagi tuk diurai, dan hanya mampu tuk dirasa dan diresapi. menafikan segala resah yang menyapa sukma.menafikan kehampaan yang mulai mengalir dalam raga. dan mencoba untuk menanti sebuah keajaiban untuk membawa pergi kegelisahan yang ada.

by.neena
may 1, 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun