Mohon tunggu...
Nedia Sawaya
Nedia Sawaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas Lampung

Mahasiswa Semester 3 di Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Universitas Lampung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketegasan dan Responsivitas: Analisis Gaya Kepemimpinan Ahok dalam Menangani Krisis di DKI Jakarta

20 April 2024   17:16 Diperbarui: 20 April 2024   17:17 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Deskripsi 

Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih disapa Ahok, merupakan salah satu tokoh politik yang mencatat sejarah penting dalam politik Indonesia. Ahok lahir di Manggar, Belitung pada tanggal 29 Juni 1966 (Hernawan & Situmorang, 2021). Ahok menjadi pusat perhatian publik Indonesia karena kepemimpinannya yang tegas. Awal karirnya dimulai dengan menjadi Ketua dewan pimpinan cabang Partai Perhimpunan Indonesia Baru di Kabupaten Bangka Belitung bagian timur. Selanjutnya, dari tahun 2004 hingga 2009, Ahok menjabat sebagai anggota DPRD Belitung Timur. Kemudian, ia dipilih dan diangkat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk periode 2012-2017. Namun, masa jabatannya menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta hanya setengah dari masa periode tersebut karena Joko Widodo, Gubernur saat itu, maju sebagai kandidat presiden dan kemudian dilantik sebagai presiden. Pada tahun 2014, Ahok kemudian mengambil alih posisi kekosongan jabatan Gubernur DKI Jakarta untuk melanjutkan pemerintahan setelah pasangannya dilantik sebagai Presiden RI ke-7 (Hidayat, 2022).

Sebagai seorang yang dikenal karena keberaniannya dalam mengambil keputusan dan berbicara terus terang, Ahok memiliki reputasi sebagai sosok yang keras dan tegas. Namun, di balik kekerasannya tersebut, terdapat pula sisi-sisi lain dari kepribadiannya yang mencerminkan kepemimpinan yang inklusif dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Kepemimpinan Ahok tercermin dari kemampuannya dalam menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Sebagai gubernur ibu kota Indonesia, Ahok dihadapkan pada berbagai isu penting yang membutuhkan solusi cepat dan tepat. Misalnya, Ahok menghadapi masalah banjir yang kerap melanda Jakarta setiap musim hujan. Dalam menghadapi masalah tersebut, Ahok tidak hanya mengandalkan solusi-solusi konvensional, tetapi juga mencari pendekatan yang inovatif dan berkelanjutan. Ia melakukan berbagai proyek infrastruktur, seperti normalisasi sungai dan pembangunan waduk, serta memperbaiki sistem drainase kota .

Salah satu kebijakan Ahok yang mencolok adalah upayanya dalam menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menyalahi aturan. Penertiban tersebut dilatarbelakangi oleh perilaku PKL yang secara sembarangan mendirikan lapak sehingga mengganggu trotoar yang seharusnya untuk pejalan kaki. Meskipun menimbulkan protes dari PKL yang melakukan aksi unjuk rasa, Ahok berhasil membangun dialog dengan mereka di Balai Kota. Meskipun masa jabatannya sebagai gubernur tidak terlalu panjang, keberaniannya dalam mengambil keputusan dan komitmennya terhadap kepentingan rakyat telah memberikan inspirasi bagi banyak orang. Ahok menunjukkan bahwa seorang pemimpin tidak harus takut untuk berdiri teguh pada prinsip-prinsipnya, bahkan jika itu berarti harus menghadapi tantangan yang besar (Saputra, 2022).

  • Analisis 

Ahok adalah salah satu figur politik yang sangat menarik untuk dianalisis dalam konteks kepemimpinan. Sebagai seorang pemimpin yang pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta, Ahok telah menunjukkan berbagai karakteristik kepemimpinan yang menarik perhatian banyak orang. Dalam analisis ini, kami akan membahas lebih dalam tentang gaya kepemimpinan Ahok.

Ahok sangat seperti seorang praktisi; dia memahami detail dan adalah seorang eksekutor. Ahok adalah salah satu dari sedikit pemimpin yang mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dibandingkan dengan gubernur sebelumnya dan pemimpin daerah lainnya. Ahok juga mengutamakan menyampaikan informasi secara verbal, meskipun kemudian akhirnya ditransmisikan secara nonverbal. Ahok memiliki karakteristik kepemimpinan yang terasa otoriter, yang berarti bahwa dia seringkali membuat keputusan sendiri tanpa melibatkan banyak pihak. Namun, ini tidak berarti bahwa dia hanya memperhatikan kepentingan pribadinya. Salah satu contohnya adalah saat dia menghadapi situasi penggusuran pemukiman di kampung Pulo. Meskipun keputusan ini terkesan tegas dan otoriter, namun Ahok mempertahankannya dengan alasan bahwa tindakan tersebut sesuai dengan hukum. Karena menurutnya pemerintah tidak berkewajiban memberikan kompensasi kepada masyarakat karena kurangnya bukti kepemilikan tanah yang konkret (Hidayat, 2022).

Ahok juga dikenal karena komitmennya terhadap transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahannya. Ahok secara terbuka mempublikasikan informasi keuangan pemerintah daerah, melakukan audit independen, dan memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan pemerintahannya didasarkan pada prinsip-prinsip akuntabilitas dan keberanian. Selain itu, Ahok juga merupakan pemimpin yang mampu berkomunikasi dengan jelas dan lugas kepada publik. Gaya berbicaranya yang terbuka dan lugas membuatnya mudah dipahami oleh masyarakat Jakarta dan memberikan mereka kepercayaan bahwa pemerintahannya berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi mereka.

Kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Ahok selama masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta telah meninggalkan dampak yang signifikan bagi kota Jakarta dan masyarakatnya. Salah satu contoh keberhasilannya adalah peningkatan dalam penataan kota, pembangunan infrastruktur, dan reformasi birokrasi. Kepemimpinan Ahok juga telah berdampak pada dinamika politik Indonesia secara keseluruhan. Kehadirannya sebagai seorang pemimpin yang berani dan tegas telah menginspirasi banyak orang untuk berani memperjuangkan perubahan dan mengambil langkah-langkah yang tidak konvensional dalam dunia politik.

Ahok dikenal karena gaya komunikasinya yang interaktif, yang mengakomodasi masukan dari masyarakat yang dipimpinnya. Meskipun demikian, terkadang cara penyampaian kebijakan-kebijakannya dianggap arogan oleh sebagian pihak, karena bahasa dan nada bicaranya yang keras. Namun, kebijakan-kebijakan ini berhasil membuat masyarakat lebih patuh dan disiplin, terbukti dari peningkatan kinerja aparatur di bawahannya. Ahok juga menunjukkan kepemimpinan yang dinamis dengan mengambil langkah-langkah transformasional yang signifikan dalam waktu singkat. Dia mampu memotivasi dan menggerakkan bawahannya dengan kepemimpinan yang tegas namun adil. Pendekatan transformasionalnya sangat cocok untuk konteks negara berkembang seperti kita, karena Ahok telah membuktikan bahwa dia mampu memberikan perubahan yang signifikan dalam waktu yang relatif singkat, meskipun belum mencapai efektivitas yang optimal.

Sosok pemimpin yang baik adalah mereka yang memiliki sikap rasional, karena dalam dinamika masyarakat yang berubah-ubah, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan sangatlah penting. Secara intelektual, seorang pemimpin juga harus memiliki kemampuan tersebut. Karena secara umum, seorang pemimpin akan dinilai dari tiga aspek utama: loyalitas, ketegasan dan intelektualitas. Loyalitas adalah aspek yang penting untuk dinilai pada seorang pemimpin. Contohnya, Ahok adalah contoh pemimpin yang memiliki loyalitas yang tinggi (Saputra, 2022).

Saat memegang jabatan sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahok sering kali secara langsung turun ke wilayah masyarakat untuk berinteraksi dengan mereka. Hal ini tidak hanya menunjukkan komitmen politiknya, tetapi juga mendapatkan dukungan dan kagum dari masyarakat. Ketegasan merupakan aspek penting dalam kepemimpinan yang, pada dasarnya, merupakan bagian integral dari kombinasi Loyalitas, Ketegasan dan Intelektualitas yang diperlukan oleh seorang pemimpin. Ketegasan adalah kualitas yang harus dimiliki oleh pemimpin, karena darinya lahir kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan yang efektif terhadap masyarakat dan staf yang mendukungnya. Tanpa ketegasan, kredibilitas seorang pemimpin dapat diragukan, karena keberhasilannya dalam merumuskan visi dan misi harus diikuti dengan kemampuan untuk menerapkannya dengan tegas. Selanjutnya, intelektualitas menjadi faktor kunci dalam kepemimpinan. Intelektualitas adalah fondasi yang seharusnya dimiliki oleh setiap pemimpin. Seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk merumuskan visi dan misi ke depan serta berinteraksi dengan sesama pemimpin. Kemampuan ini menunjukkan kualitas kepemimpinan yang baik dan meyakinkan (Kobalen & Bakti, 2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun