Judul artikel ini diambil dari peribahasa bahasa Inggris, yang menunjukkan bahwa bila tidak ada berita berarti berita baik (tidak ada hal yang buruk yang terjadi).
Artikel ini muncul karena adanya komentar di artikel saya sebelumnya. Salah seorang komentator (saya bilang komentator karena yang bersangkutan ternyata belum pernah membuat artikel, baru membuat komentar saja) di sana mengatakan; "yg di blow up yg jelek” ajaa… bukannya netral malah membangun opini negatif untuk rakyat".
Ya memang berita di media bisa dibilang sebagian besar menyodorkan hal-hal yang negatif, yang jelek.
IHG turun lah, kurs rupiah melemahlah, artis A melakukan inilah dan itulah. Ada memang berita baik, tapi coba perhatikan berapa besar prosentase dari berita baik itu bila dibandingkan dengan berita-berita yang negatif yang ber"sliweran".Berita hanya akan muncul kalau ada sesuatu yang jelek yang terjadi. Bila segala sesuatunya berjalan dengan baik, maka tidak perlu ada pemberitaan.
Saya tidak tahu mengapa demikian, tapi saya pikir tidak mungkin berita-berita negatif itu muncul apabila tidak ada yang mengkonsumsinya, dan tentunya yang mengkonsumsinya memiliki volume yang cukup besar, sehingga media tsb bersedia untuk membayar para wartawannya untuk mencari-cari berita-berita tsb.
Dengan kata lain karena banyak person yang mengkonsumsi berita di media yang lebih menyukai berita negatiflah maka lebih banyak berita negatif dibandingkan dengan berita yang positif.
Bukankah oplah media-media yang memberitakan hal-hal yang kurang senonoh dan tindakan-tindakan yang kurang baik cukup tinggi? Saya kira ini juga menjadi bukti bahwa orang lebih suka akan hal-hal yang negatif.
Mungkin hal ini ada hubungannya dengan sifat dari manusia itu sendiri yang sangat suka akan sesuatu yang negatif dan selalu ingin tahu hal-hal yang berhubungan dengan yang negatif. Kecenderungan manusia untuk lebih "menyukai" hal yang negatif inilah mungkin yang menyebabkan munculnya gosip.
Mungkin juga sifat yang demikianlah yang menyebabkan pengajaran keagamaan lebih ditekankan kepada hukumannya dibandingkan dengan pahala yang akan di dapat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H