Mohon tunggu...
Nduk Kenuk
Nduk Kenuk Mohon Tunggu... profesional -

Kejujuran&kesetiaan adalah 2 hal yg amat sangat mudah melakukannya. hanya membutuhkan keikhlasan&ketulusan. sayangnya hanya sedikit yang sanggup melakukannya..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dedikasi Hingga Denting Terakhir...

12 Mei 2014   19:36 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:35 1180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meinar Luis telah memainkan piano sejak belia hingga di usia yang kini menginjak 84 tahun. Pernah tenar sebagai pengiring acara-acara di TVRI era70-80an, seperti Cerdas Cermat dan Ayo Menyanyi. Kesetiaan dan pengabdiannya pada seni musik tak sedikit pun kendur dimakan umur, bahkan ketika denting piano tua milik satu-satunya itu tidak lagi mengeluarkan nada-nada nan harmonis.

Di suatu pagi nan cerah, di sebuah rumah tua yang kusam dan pintunya menderit setiap kali dibuka, sejumlah murid TK didampingi empat orang guru menyanyikan lagu anak-anak. Kehadiran mereka mampu mengobarkan semangat hidup Bu Meinar yang bertubuh ringkih ini. Bahkan, dalam kondisi pasca terkena stroke, ia masih setia memainkan piano tuanya buat para bocah harapan masa depan bangsa itu.

Betapa riangnya bocah-bocah itu bernyanyi, kendati diiringi piano yang sudah tidak lagi mengeluarkan bunyi-bunyi nada yang enak terdengar telinga. Maklum, piano milik Meinar satu-satunya ini tidak lagi terawat dan termakan usia. Denting suaranya sudah out of tune. “Maaf tuts pianonya sudah nggak enak, sudah nggak nyetel lagi,” ujarnya lirih.

Meinar mulai dikenal sebagai pianis ketika mengisi acara kuis di TVRI era tahun 70 hingga 80-an. Kala itu, Meinar kerap tampil dalam acara Cerdas Cermat, Pramuka, Taman Indira, Lagu Pilihanku, Ayo Menyanyi, Bintang Kecil, Bu Kasur, dan masih banyak lagi. Boleh jadi, generasi di masa itu akan ingat betul dengan gaya Meinar saat memainkan jemarinya di atas tuts piano merampungkan penggalan lagu.

Lewat TVRI pula, Meinar bersama sahabat karibnya, Abdullah Totong (AT) Mahmud dan Fatma unjuk kebolehan lewat panggung musik anak-anak bertajuk Ayo Menyanyi. Di samping aktif sebagai seorang guru, selama 30 tahun pula mereka mendedikasikan hidupnya di dunia anak-anak dan seni musik.

Ketika kontraknya dengan TVRI berakhir, dan pensiun sebagai guru, Meinar tak lantas berdiam diri. Perempuan kelahiran Sijunjung, 14 Mei 1930 ini memilih mengajar musik di sejumlah lembaga pendidikan TK di Jakarta. Sebut saja TK Aisyah, TK Bintara 1-4, TK Ade Irma dan TK Budi Asih. Di sisa usianya, Meinar yang mencintai dunia anak-anak dan seni itu masih tekun mengajar dan mendedikasikan hidup sebagai guru musik.

Tanpa mengenal lelah, apalagi mengeluh, ia sambangi tempat mengajar dengan menumpang bajaj langganan. Bisa jadi honor yang diterima pun tak sebanding, bahkan habis untuk membayar ongkos bajaj. Tapi itulah Meinar, saking cintanya pada pekerjaan, ia tak sedikit pun mengeluh. Termasuk ketika dulu honor dari TVRI sempat tertunda pembayarannya, ia tetap show must goes on, menghibur masyarakat lewat layar kaca.

Setelah ditinggal mati kedua orangtua, tak lama kemudian menyusul sang kakak. Jamulus Luis meninggal karena pembuluh darahnya pecah, sedangkan adik bungsunya, Sudarti Luis, terkena serangan jantung. Satu setengah tahun lalu, adik kesayangannya, Darmansyah Luis, meninggal juga akibat serangan jantung.

Suami Meinar telah tiada sejak 20 tahun yang lalu. Dari pernikahannya ia dikaruniai dua orang putera, yakni Indra Utama dan Indra Budi. Namun, Meinar tak kuasa melawan takdir, putra pertamanya yang akrab disapa Bang Oce itu meninggal karena serangan jantung pada 2002. Pun dengan Indra Budi, telah pergi mendahuluinya setahun lalu, tepat seminggu setelah Meinar merayakan ulang tahun ke-83.

Di acara ultah itu Mas Budi sempat menyanyikan lagu ciptaannya, yang berjudul Ibuku,” tutur Meinar dengan suara lirih yang menyiratkan kesedihan. Ihwal peristiwa penuh kenangan ini dibenarkan oleh adik iparnya, saat Manasik menyambangi kediaman pianis ini di Jalan Padang No. 20, Manggarai, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Pun ketika tersiar kabar wafatnya AT Mahmud pada 6 Juli 2010, membuatnya shock. Baginya AT Mahmud bukan sekadar kawan seperjuangan, tapi sudah seperti saudara. Kepergian AT Mahmud kian melengkapi kesendirian Meinar. Kini, ia tinggal bersama cucu, adik iparnya. Memang, sebelum meninggal, almarhum Darmansyah Luis,berpesan pada istrinya agar merawat sang kakak.

Meinar pada awal April 2013 sempat dirawat di RS Cipto Mangunkusumo lantaran terserang stroke. Ketika itu, usai mengajar di sebuah TK, Meinar terjatuh di toilet sekolah. Untung nyawanya masih bisa ditolong. Setelah menjalani perawatan beberapa hari, ia pun dinyatakan sehat. Selain faktor usia, serangan stroke itu mengurangi daya ingatannya. Namun demikian, tidak halnya dengan semangatnya yang terus menggebu ketika bicara soal musik dan anak-anak. Ia masih bisa bertahan dan tetap mandiri.

Anak kedua dari pasangan Luis Imam Pamuncak Nan Koening dan Ratna Rusana ini merantau ke Jakarta dari kampung halamannya di Padang, Sumatera Barat, akhir Desember 1949. Pada awalnya ia ditentang oleh kedua orangtua, namun karena tekadnya sudah bulat, akhirnyamereka tak kuasa menghalangi. Setiba di Jakarta pada 3 Januari 1950, Meinar tinggal bersama tantenya. Dua tahun kemudian, orang tuanya menyusul ke Jakarta dan membeli rumah peninggalan Belanda di kawasan Manggarai yang ditempatinya sampai sekarang.

Selain belajar musik di sekolah B1 musik di Salemba, di asrama guru yang ditinggalinya selama lima tahun ia terus berlatih piano. Ia terus pula mengasah keterampilan bermain piano di Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari), kini Dharma Wanita. Setelah dirasa mahir, Meinar mengajar di SPG Negeri 1. Sudah tak terhitung murid yang pernah belajar piano kepadanya, termasuk Marissa Haque bersama saudaranya, Shahnaz dan Soraya. Namun, murid tertuanya adalah Soedomo (alm) semasa menjabat menteri Orde Baru. Beragam penghargaan diraih. Tapi yang paling berkesan adalah penghargaan dari istri Gubernur DKI Soerjadi Soedirja pada 1995, “Ibu Soerjadi baik orangnya,” tuturnya.

Ibuku yang kusayangi, ibu yang kucintai... Selalu kudoakan hidupmu senang, selalu kudoakan hidupmu senang...” Penggalan syair lagu Ibuku ini kerapkali Meinarnyanyikan bersama bocah-bocahmuridnya. Selain menyemangati diri, lagu ini untuk mengenang kebersamaan dengan sang putra, Indra Budi, yang telahmendahuluinya. Tetap bersemangat Bu Meinar....

(Kenuk Kurniasih)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun