PANGGIL AKU "PENGUNGSI"
Oleh VA Safi'i
---
"Mama, dingin," ucap si Anak.
"Sabarlah. Ini hanya hembusan angin malam. Besok, setelah sang mentari datang, dingin pun menghilang. Sekarang, selimutilah tubuhmu dengan mantelnya Mama," jawab si Mama.
Malam kian larut. Hembusan angin pegunungan menusuk pori-pori kulit.
"Mama, takut," teriak si Anak.
"Tenanglah, nak. Itu hanya malam. Itu hanya kegelapan. Tutup rapat-rapat matamu. Pelan-pelan dongakkan kepalamu. Lalu, bukalah kedua belah matamu. Begitu indah, bukan. Bintang-bintang bertaburan di angkasa," bisik sang Mama dengan suara lirih.
Sesaat kemudian...
"Mama, suara apakah itu?"
Dengan memeluk tubuh anaknya, si mama pun berkata: "Itu nyanyian saudara-saudara kita. Mereka bernyanyi mengiringi langkah kita. Mereka bernyanyi menghibur kita. Jangan takut. Hewan-hewan malam itu adalah saudara kita."
Malam terasa begitu panjang. Bukan hanya satu malam. Tapi bermalam-malam. Entah, sudah berapa malam. Tidak bisa menghitung.
"Mama, kapan kita pulang?" kembali si anak bertanya.
Mendengarnya, si mama hanya bisa diam.
Ya. Begitulah. Mungkin. Begitulah kondisi para pengungsi di Kabupaten Ndugama, Papua. Sudah berbulan-bulan mereka meninggalkan kampung halamannya.
Mereka. Ya, mereka menyusuri lembah dan bukit. Melewati sungai dan hutan. Bertahan hidup dari kejamnya kehidupan malam dan siang.
"Mama....!!!"
---
Boa noite