Mohon tunggu...
Andi Gunawan
Andi Gunawan Mohon Tunggu... lainnya -

Anak Indonesia dan Tukang Cerita. Untuk kalimat pendek, colek saya di @ndigun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Makan Malam

12 Oktober 2011   08:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:03 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sudah sejak lama orang-orang di Jakarta tak mengenal makan malam. Mereka mesti merelakan jam makan malam menguap dalam perjalanan pulang. Mungkin ini sebab beberapa dari mereka memilih makan sore. Usai jam kerja, mereka membaur ke kedai-kedai kopi, kafe, atau pusat belanja, meski tak banyak yang benar-benar makan tetapi mereka suka sekali datang ke tempat-tempat ini, menunggu macet reda.

Di pusat belanja, mereka mencatat dalam kepala apa-apa yang ingin dibeli di kemudian hari selepas tanggal gajian. Ada juga yang hanya melihat-lihat dan berandai membeli. Berandai-andai sudah menjadi hal mewah sejak semakin banyak tagihan yang tak bisa ditunda.

Lapar tak bisa ditunda.

Sore itu hujan. Tak terlalu lebat tetapi cukup untuk memfungsikan payung yang jarang terbuka. Seorang bocah laki-laki berlari. Ia menuju ke pusat belanja dengan payung terbuka yang mulai bau karat. Hujan membuatnya harus bekerja keras demi menu makan malam yang menurutnya lebih baik.

Perempuan. Muda dan cantik. Ia tak membawa tas belanja, hanya tas kerja. Bisa jadi berisi komputer jinjing, peralatan dandan, atau bukan apa-apa. Berdiri ia sendiri di pintu keluar pusat belanja. Matanya seperti sedang mencari sesuatu.

Si bocah sudah kuyup. Dilihatnya perempuan itu seperti mencari sesuatu. Entah apa yang membuatnya begitu yakin, bahwa ia yang sedang dicarinya. Bocah itu bergegas menuju perempuan yang dagunya lebih tinggi dari kebanyakan orang. Payung terbuka.

Sebuah taksi berhenti tepat di hadapan si perempuan muda. Ia turunkan dagu, membuka pintu. Sebentar saja ia sudah ditelan taksi yang dapat menuju ke mana saja. Payung masih terbuka, pun mulut si pembawanya. Bocah itu melongo tetapi urung menutup payungnya. Ada seorang pria yang ingin ia hampiri. Ia masih ingin telur dadar jadi menu makan malamnya.

[AG, Jakarta, 06 Oktober 2011]


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun